Viral! Penyintas Tsunami 2004 Sebut Banjir Aceh Tamiang Lebih Melumpuhkan
Pernyataan emosional seorang warga Aceh Tamiang bernama Bu Imam mendadak viral dan memicu diskusi luas di media sosial.
Perempuan yang mengaku sebagai penyintas Tsunami Aceh 2004 itu menyebut bahwa banjir bandang yang kini melanda wilayahnya justru terasa jauh lebih melumpuhkan dibanding bencana dahsyat dua dekade silam.
Kesaksian tersebut beredar melalui sebuah video yang diunggah akun @indotoday.id di platform Threads pada Kamis (18/12/2025). Dalam video yang menguras emosi, Bu Imam terlihat menerima bantuan nasi bungkus setelah mengaku berhari-hari tidak mendapatkan makanan layak akibat akses yang terputus total.
Kesaksian Penyintas Tsunami: “Sekarang Semua Mati Total”
Ibu Korban Banjir (Threads)
Bagi sebagian orang, membandingkan banjir bandang dengan Tsunami 2004 mungkin terdengar berlebihan. Namun, bagi Bu Imam, perbandingan itu berangkat dari skala kelumpuhan wilayah yang dirasakannya saat ini.
“Dulu waktu tsunami, kehancuran memang besar, tapi terfokus di wilayah tertentu. Daerah lain masih hidup. Sekarang ini, semuanya mati total. Tidak ada titik aman, semua lumpuh bersamaan,” tuturnya dengan suara bergetar.
Menurut Bu Imam, jika Tsunami menghancurkan dalam waktu singkat, banjir bandang akhir 2025 justru menyiksa warga lewat isolasi berkepanjangan. Jalur distribusi terputus, bantuan sulit masuk, dan warga harus bertahan dalam kondisi serba terbatas.
Viral di Media Sosial, Publik Kritik Penanganan Bencana
Aceh Tamiang Pascabanjir (Parispernandes)
Viralnya video Bu Imam tak hanya mengundang empati, tetapi juga memantik kritik keras terhadap penanganan bencana oleh pemerintah. Banyak warganet mempertanyakan lambannya distribusi bantuan hingga menyebabkan warga terdampak harus bertahan tanpa makanan selama berhari-hari.
Kolom komentar dipenuhi ungkapan kekecewaan publik terhadap manajemen kebencanaan, khususnya di wilayah terpencil. Narasi tentang krisis kepercayaan terhadap otoritas pun mengemuka, seiring munculnya anggapan bahwa negara terlambat hadir di saat masyarakat paling membutuhkan.
Akses Terputus, Tantangan Logistik Kian Berat
Secara geografis, banjir bandang di Aceh Tamiang kali ini membawa tantangan yang jauh lebih kompleks. Material kayu besar, lumpur, serta longsoran menutup jalur utama lintas provinsi, menyebabkan akses darat nyaris mustahil dilalui.
Kelumpuhan yang dimaksud Bu Imam mencakup rusaknya jaringan listrik, komunikasi, hingga distribusi pangan. Kondisi ini berbeda dengan situasi pascatsunami 2004, ketika wilayah lain masih dapat menjadi penyangga logistik.
Kini, harapan warga tertumpu pada pembukaan jalur evakuasi udara dan distribusi bantuan yang lebih masif. Kisah Bu Imam menjadi pengingat bahwa bagi para penyintas, bencana bukan sekadar angka statistik, melainkan tentang perut yang kosong dan rasa ditinggalkan oleh sistem yang seharusnya hadir melindungi.