40,9 Juta Jiwa Terancam, Tinggal di Daerah Rawan Longsor
Nasional

FTNews - Selain rawan banjir sebagian besar wilayah Indonesia juga rawan longsor. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2014, hampir 40,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan longsor.
Wilayah tersebut dalam kategori bahaya longsor sedang hingga tinggi. Dari total jumlah jiwa tersebut terdiri dari 4,28 juta jiwa balita, 323 ribu jiwa disabilitas dan 3,2 juta jiwa lansia.
Selama 10 tahun terakhir, tiga provinsi dengan tingkat kejadian bencana longsor teratas yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Baca Juga: Panglima TNI: Kopda M Diduga Terlibat Penembakan Istrinya di Semarang
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, selama 10 tahun terakhir Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah tertinggi, ada lebih dari 2.400 kejadian tanah longsor. Sedangkan wilayah Jawa Timur ada sekitar 600 lebih kejadian longsor.
"Dampak longsor juga menelan banyak korban jiwa. Tahun 2014, ada 331 korban meninggal karena longsor. Sebanyak 99 orang di antaranya meninggal di longsor Banjarnegara," kata Abdul Muhari dikutip dari YouTube BNPB, Rabu (6/3).
Tak hanya itu, korban menderita dan mengungsi pun mencapai puluhan ribu orang. Tahun 2017, BNPB mencatat korban mengungsi karena longsor 59.000 jiwa dan di tahun 2022 ada 51.000 jiwa.
Baca Juga: Kantornya Digeledah KPK, Begini Pernyataan Resmi Khofifah Indar Parawansa
Rumah rusak dan habis tersapu longsor mencapai hampir 3.000 bangunan di tahun 2017. Kontribusi terbesar saat longsor Pacitan, Jawa Timur 1.900 rumah rusak berat.
"Kalau banjir rumah kategori rusak ringan. Tapi kalau longsor tergolong rusak berat. Kondisi musim hujan pengaruhi longsor," ucapnya.
Bencana longsor. Foto: Antara
Ancaman Pergerakan Tanah
Selain longsor yang pergerakannya cepat, pergerakan tanah yang gerakannya lambat juga masih mengintai.
Muhari menguraikan, kerugian dari pergerakan tanah berupa bangunan fisik dan infrastruktur.
"Wilayah yang mengalami pergerakan tanah, masyarakatnya pun harus kita relokasi. Untuk kondisi seperti ini tidak ada mitigasi strukturnya. Tanam pohon tidak bisa. Tanam vetiver juga tidak bisa karena tanah sudah merekah. Struktur tanahnya pun labil," paparnya.
Baru-baru ini pergerakan tanah terjadi di Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Sejumlah bangunan yang terdiri dari satu bangunan sekolah, 28 rumah warga rusak dan 44 rumah terancam gerakan tanah susulan. BNPB pun menyiapkan rencana relokasi.
Ia menambahkan, BNPB bersama Badan Geologi akan melakukan kajian lanjutan sebagai bahan rekomendasi dan relokasi.
Muhari juga mengingatkan pemerintah daerah untuk melihat daya dukung dan tampung lingkungan ketika akan membangun dan memberi izin kawasan menjadi permukiman.
"Tata ruang harus berbasis mitigasi bencana. Di dokumen Amdal dan analisis risiko bencana sudah dibuat oleh pemda dan pengembang. Sehingga masyarakat bisa meminimalkan potensi kejadian (gerakan tanah)," tuturnya.
Termasuk pula pentingnya area buffer atau penyangga yang perlu penguatan lereng dengan inovasi sehingga meminimalisir dampak bencana.
Pergerakan tanah di Bandung Barat. Foto: BNPB
Terjadi Tiap Tahun
Kepala Tim Kerja Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Octory Prambada mengungkapkan, di Indonesia ada 10 tipe pergerakan tanah.
Ia menyebut, pergerakan tanah dan longsor termasuk dalam 10 tipe itu. Kejadiannya terjadi setiap tahun dan sudah terjadi sejak dulu.
"Kejadian setiap tahun terjadi dengan semakin banyak infrastruktur rawan bencana dan pemberitaan media terkesan bencana lebih banyak," ungkapnya kepada FTNews, dari Bandung, Rabu (6/3).
Terkait jumlah jiwa yang terancam, Octory berpendapat perlu kajian terbaru dan mendalam, sangat mungkin bertambah mengingat seiring waktu pasti ada pembangunan yang mungkin dekat dengan lereng.
Menurutnya ada beberapa parameter terjadinya longsor dan pergerakan tanah. Penyebabnya antara lain, kemiringan, bantuan vulkanik yang belum padu dan curah hujan yang tinggi.
Dari kajian PVMBG wilayah rawan pergerakan tanah berada di Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
"Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan masyarakat terkait tata ruang dan tata wilayah," tandasnya.