9 Negara yang Menolak Rayakan Natal
Meski jadi destinasi wisata mewah, Maladewa sangat menjaga tradisi Islam. Natal hanya boleh dirayakan terbatas di dalam resor untuk turis. Bagi warga lokal, perayaan tersebut tidak ada dan tidak diakui.
5. Bhutan: Fokus pada Kebahagiaan Nasional dan Buddha
Kebahagiaan Nasional Bruto lebih penting daripada Natal. Sebagai negara Buddha, perayaan terbesar adalah festival Tshechu. Kekristenan hampir tidak berpengaruh pada budaya dan hari libur nasional.
6. Libya: Stabilitas melalui Tradisi Islam
Pasca konflik, Libya menjaga stabilitas dengan berpegang pada norma Islam. Natal tidak diakui secara hukum maupun budaya. Perayaan musiman hanya berpusat pada hari raya Islam.
7. Nepal: Dominasi Festival Hindu dan Buddha
Meski ada kebebasan beragama, kalender nasional Nepal didominasi festival Hindu seperti Dashain dan Tihar. Natal bukan hari libur dan hanya dirayakan minoritas kecil di perkotaan.
8. Turki: Natal Hanya Dekorasi, Tahun Baru yang Utama
Lampu dan pohon Natal di Turki hanyalah dekorasi Tahun Baru yang bersifat komersial. Sebagai negara mayoritas Islam, Natal tidak dianggap hari raya keagamaan. Perayaan utama tetap Idul Fitri.
9. Jepang: Natal Hanya untuk Berbelanja dan Kencan
Natal di Jepang murni fenomena komersial, tanpa makna religius. Orang Jepang bertukar kado dan kue natal, tetapi perayaan sesungguhnya adalah Tahun Baru (Oshogatsu) dengan tradisi keluarga yang kental.
Mengapa Penting Diketahui?
Daftar ini menunjukkan betapa beragamnya dunia. Di balik gemerlap globalisasi, identitas budaya dan agama lokal masih sangat kuat.
Larangan Natal bukan sekadar aturan, tetapi bagian dari upaya mempertahankan warisan dan nilai-nilai yang telah dianut selama berabad-abad.