Ahli Nilai Percakapan Teddy Minahasa dengan Doddy soal Sabu Ditukar Tawas Bermakna Relatif

Forumterkininews.id, Jakarta – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai percakapan di chat WhatsApp (WA) antara Irjen Teddy Minahasa dengan AKBP Dody Prawiranegara terkait perintah barang bukti sabu ditukar dengan tawas itu mengandung multitafsir.

Hal tersebut dikarenakan adanya elemen emoji atau simbol yang membuat pesan tersebut bermakna relatif. Penukaran narkoba jenis sabu dengan tawas itu dengan tujuan barang haram tersebut bisa diperjualkan kepada pihak lain, dalam hal ini Linda.

Hal itu disampaikan Reza dalam sidang lanjutan perkara narkotika jenis sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3), dengan terdakwa Irjen Teddy Minahasa.

Dalam persidangan, salah satu penasihat hukum terdakwa Teddy Minahasa, Anthony Djono menanyakan soal dua gambar percakapan antara Teddy Minahasa dengan Dody. Pada gambar pertama, disebutkan perintah mengganti sabu dengan tawas untuk bonus anggota tanpa emoji. Kemudian ada gambar chat menggunakan emoji.

“Dari gambar yang ditampilkan, apa yang bisa anda tafsirkan?,” tanya penasihat hukum kepada ahli yang meringankan bagi terdakwa.

Menurut Reza, bahwa gambar percakapan kedua anggota polri tersebut merupakan komunikasi vertikal antara atasan (Kapolda) dan bawahan. Ia menilai percakapan tersebut memiliki makna atau niat jahat.

“Menurut saya dengan melihat dua potongan gambar terkait komunikasi ini absolut, perintah, di dalamnya mengandung kriminal inten, niat jahat,” jawab Reza.

Kemudian kuasa hukum Teddy menanyakan kembali, yang membandingkan soal gambar kedua yang disebutnya sebagai gambar yang sesungguhnya, karena adanya tambahan emoji tertawa.

“Sekarang tolong tampilkan gambar kedua, kalau begini bentuknya dengan kalimat yang sama persis, tapi ada emotikon (emoji), ini yang real, bagaimana saudara menafsirkannya?,” tanya Penasihat Hukum kepada ahli.

Reza menjelaskan makna kalimat tersebut menjadi berubah karena adanya elemen emoji tertawa yang ditambahkan. Hal itu ia kaitkan dengan teori dalam ilmu psikologi yang biasa disebut Dissonance.

BACA JUGA:   Hindari Spekulasi, Polri Perkuat Pembuktian Ilmiah Polisi Tembak Polisi

Sehingga, kata dia, makna kalimat tersebut menimbulkan ketidakharmonisan, tidak linier, atau tidak sejalan.

“Tadi saya katakan berdasarkan riset, dan juga sudah dijadikan sebagai kebijakan di lembaga yudisial di negara lain, tidak bisa kita pisahkan atau nihil kan (hilangkan) elemen emoji dalam percakapan tersebut,” ucapnya.

Reza mengatakan bahwa arti kalimat perintah tersebut bermakna multitafsir.

“Tetapi begitu ditampilkan emoji tertawa, maka tafsiran saya atas pesan yang pertama menjadi relatif. Tidak lagi absolut seperti tadi, tapi menjadi relatif. Artinya multitafsir,” katanya.

“Apakah (kalimat itu) bercanda ataukah yang lainnya. Ini yang jelas menjadi relatif maknanya. Namun di bawahnya ada 3 emoji lain, yang mengindikasikan bahwa pesan pertama ditangkap atau ditafsirkan secara linier oleh pihak kedua bahwa ini situasinya tidaklah se-absolut yang saya katakan tadi,” tambah dia.

Artikel Terkait