Politik

Aktivis di Jakarta Gelar Demo Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

09 November 2025 | 14:05 WIB
Aktivis di Jakarta Gelar Demo Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Presiden RI Ke-2 Soeharto bersama Tien Soeharto [Instagram Tutut Soeharto]

Aksi kreatif berupa flash mob digelar oleh Perhimpunan Paduan Suara GITAKU di kawasan Sudirman, Jakarta, pada Sabtu (8/11/2025).

rb-1

Aksi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto.

Baca Juga: Soeharto Dapat Gelar Jenderal Besar, Begini Alasan Militer Memberinya Bintang 5

rb-3

Dalam kegiatan itu, para peserta tidak hanya menyanyikan lagu, tetapi juga membacakan puisi dan berorasi untuk menegaskan sikap mereka menolak penghargaan tersebut.

Ekspresi Kreatif Menyampaikan Aspirasi

Soeharto bersama Tutut Soeharto [Instagram @tututsoeharto]Soeharto bersama Tutut Soeharto [Instagram @tututsoeharto]

Salah satu inisiator aksi, Arief Bobhil, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengatakan bahwa flash mob ini digelar untuk mengajak masyarakat menyampaikan aspirasi dengan cara yang lebih kreatif.

“Aksi kami ini untuk mengajak masyarakat bernyanyi, karena tidak semua pernyataan harus disampaikan lewat pidato atau orasi. Nyanyian bisa mengajak orang untuk berekspresi sekaligus refleksi — seperti halnya puisi,” ujar Arief Bobhil di lokasi.

Lagu “Ada yang Hilang” Jadi Simbol Kritik

Dalam aksi tersebut, kelompok GITAKU membawakan lagu “Ada yang Hilang” yang dipopulerkan oleh Ipang Lazuardi dan Didit Saad. Menurut Arief, lagu itu dipilih untuk mengingatkan publik pada tragedi penghilangan paksa aktivis di penghujung masa pemerintahan Soeharto.

“Penculikan hingga pembunuhan memang ada penanggung jawab lapangan, tapi di tingkat atas juga ada penanggung jawab utama,” tegas Arief.

Ia menambahkan, praktik penghilangan orang secara paksa pada masa itu merupakan bagian dari upaya Soeharto mempertahankan kekuasaannya. Karena itu, Arief merasa kecewa ketika pemerintah kini tengah mempertimbangkan untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

“Kami bertanya, apa makna pahlawan hari ini? Apa artinya jika Marsinah — buruh pabrik yang dibunuh pada 1993 — diusulkan menjadi pahlawan bersamaan dengan orang yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Indonesia?” pungkasnya.

Soeharto Masuk Daftar 49 Tokoh yang Diusulkan

Untuk diketahui, Kementerian Sosial tengah mengkaji 49 nama tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional tahun ini. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa daftar tersebut telah diserahkan oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, kepada Presiden.

“Ya tentu sudah diserahkan ke Presiden oleh Dewan Gelar. Pak Fadli Zon sudah menghadap Presiden untuk menyerahkan nama-nama yang dianggap memenuhi syarat,” kata Gus Ipul saat ditemui di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Dari total 49 nama itu, terdapat 40 usulan baru dan 9 nama lama yang belum sempat ditetapkan pada tahun sebelumnya.

Di antara tokoh yang diusulkan ialah Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Syekhona Kholil Bangkalan, Kiai Bisri Syansuri, serta aktivis buruh Marsinah.

“Marsinah termasuk kategori pejuang buruh dan masuk dalam daftar 49 tokoh tersebut,” jelas Gus Ipul.

Gelombang Protes Publik

Meski demikian, pengusulan nama Soeharto memunculkan gelombang protes dari masyarakat, terutama kalangan aktivis HAM dan akademisi. Mereka menilai, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bertentangan dengan catatan pelanggaran HAM dan praktik korupsi yang terjadi selama masa pemerintahannya.

Aksi flash mob yang dilakukan GITAKU di kawasan Sudirman menjadi simbol penolakan tersebut, menyuarakan bahwa gelar pahlawan seharusnya diberikan kepada mereka yang memperjuangkan kemanusiaan, bukan kepada pelaku pelanggarannya.

Tag soeharto

Terkait