Detik-Detik Aktivis Greenpeace Diseret Keluar saat Protes Tambang Nikel di Konferensi Internasional
Daerah

Aksi damai yang dilakukan aktivis Greenpeace Indonesia dan warga Raja Ampat dalam Konferensi Nikel Internasional di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta, berakhir ricuh. Para aktivis diseret keluar oleh petugas pengamanan.
Dalam video yang beredar di media sosial dan diunggah akun X @Dandhy_Laksono, terlihat beberapa aktivis ditarik dan digiring keluar sambil terus meneriakkan slogan, "Save Raja Ampat!" dan "Papua bukan tanah kosong!"
Walau aksi para aktivitas berakhir di luar lokasi konferensi, namun pesan mereka sudah sempat menggema di dalam forum.
Baca Juga: UNESCO Tetapkan Kabupaten Raja Ampat Jadi Global Geopark
Khawatirkan Masa Depan Raja Ampat
Raja Ampat. (X)
Greenpeace mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap aktivitas pertambangan nikel yang kini menjangkau pulau-pulau kecil di Raja Ampat seperti Pulau Kawe, Gag, hingga Manuran.
Baca Juga: Denny Sumargo Ikut Suarakan Save Raja Ampat
Aktivitas ini dituding menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem laut dan darat, serta mengancam kelestarian salah satu destinasi alam paling berharga di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Greenpeace menyebut bahwa hampir seluruh wilayah kepulauan di Raja Ampat telah masuk dalam izin usaha pertambangan nikel.
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa eksploitasi terus-menerus akan meninggalkan kerusakan permanen, tak hanya bagi lingkungan tetapi juga masyarakat adat yang tinggal di sana.
Didukung Susi Pudjiastuti
Greenpeace Indonesia sempat mengunggah sebuah video pendek berdurasi 55 detik melalui akun resmi mereka di platform X. Video tersebut memperlihatkan keindahan Raja Ampat, disertai pesan yang menyuarakan kekhawatiran terhadap ancaman tambang nikel di kawasan tersebut.
“Surga terakhir Indonesia yang bernama Raja Ampat itu kini berada dalam ancaman keserakahan industri nikel dan hilirisasinya yang digadang-gadang pemerintah. Raja Ampat: Wisata Ikonis atau Galeri Tambang Nikel?”
Unggahan tersebut memicu gelombang respons dari publik, termasuk dari Susi Pudjiastuti. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu membubuhkan ikon menangis sebagai bentuk keprihatinan terhadap potensi perusakan lingkungan di kawasan konservasi tersebut.
Tak lama kemudian, Susi turut merespons unggahan Aida Greenbury, aktivis lingkungan internasional, yang juga menyuarakan kekhawatiran serupa.
“Pak Presiden Prabowo, mohon segera dihentikan,” tulis Susi.