Antisipasi Sampah Antariksa, BRIN Lakukan Pemantauan
Teknologi

FTNews - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan pemantauan dampak sampah antariksa di ruang angkasa. Hal ini untuk mengantisipasi potensi jatuhnya sampah tersebut ke Bumi khususnya Indonesia.
Sampah antariksa (space debris) menjadi ancaman untuk keselamatan peluncuran satelit ke orbit dan keselamatan satelit yang masih beroperasi di antariksa.
Pada dekade terakhir, jumlah sampah antariksa telah meningkat pesat. Sampai saat ini, sekitar 24.000 sampah antariksa.
Baca Juga: Budi Arie: AI Harus Berpusat pada Manusia dan Kemanusiaan
Sekitar 19.000 di antaranya telah dikatalogkan oleh Space-Track. Namun, selain jumlah yang diketahui tersebut, masih terdapat sampah antariksa yang belum tercatat dengan ukuran lebih kecil, perkiraannya mencapai ratusan juta objek.
Sampah antariksa memberikan potensi bahaya jika masuk kembali (re-entry) dan kemudian jatuh ke Bumi.
Terlebih, Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Dan memiliki bentang seperdelapan lingkar Bumi atau lebih kurang 5.000 kilometer. Sangat rentan mengalami atmosfer re-entry yang berpotensi jatuhnya benda-benda antariksa tersebut ke Bumi.
Baca Juga: Iphone 14 Sudah Tersedia di iBox Indonesia, Intip Harganya
Jatuh ke Bumi
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Antariksa BRIN Neflia menegaskan, sampah antariksa yang berpotensi mengalami re-entry atau masuk kembali dan kemudian jatuh ke Bumi biasanya berasal dari benda antariksa yang berukuran lebih dari sepuluh sentimeter.
Neflia merinci, berdasar rekaman Space-Track dari 1957 hingga 2019, terdapat 16.085 objek antariksa yang terdiri dari debris, payload dan badan roket.
Dengan 6.560 objek memiliki penampang radar atau Radar Cross Section (RCS) antara 0,1 hingga satu meter persegi. Dan 9.526 objek memiliki RCS lebih dari satu meter persegi.
“Dari total objek antariksa tersebut, terdapat 5.670 debris dengan 4.435 debris memiliki RCS antara 0,1 hingga 1 meter persegi. Dan 1.236 debris dengan ukuran lebih besar dari 1 meter persegi,†tuturnya, pada Jurnal Review edisi 2 Pusat Riset Antariksa BRIN, Rabu (8/5) di Bandung.
Dalam penelitian berjudul Potential Hazards Analysis of the Space Debris Over 10 cm in Size Based on Their Orbital Parameters, Neflia dan tim mengungkapkan soal potensi debris yang jatuh ke Bumi. Dari seluruh debris, hanya yang memiliki ketinggian di bawah 200 kilometer yang berpotensi jatuh ke Bumi.
Berdasarkan inklinasinya, ada 15 debris dengan ketinggian di bawah 200 kilometer yang memiliki inklinasi di bawah 30 derajat. Adapun untuk inklinasi antara 30 sampai 60 derajat dan lebih dari 60 derajat. Terdapat 470 dan 1.032 debris dengan ketinggian di bawah 200 kilometer.
Luar angkasa. Foto: I-Stock
Potensi Kecil
Untuk wilayah Indonesia, potensi jatuhnya debris cenderung kecil. Hal ini didasarkan pada berapa kali debris tersebut melewati wilayah Indonesia selama mereka berevolusi.
Lalu untuk Low Earth Orbit (LEO), sebagian besar debris memiliki periode mengelilingi Bumi berkisar antara 90 hingga 120 menit. "Jadi dalam sehari, debris akan mengelilingi Bumi sebanyak 12 hingga 16 kali,†jelas Neflia.
Sementara inklinasi berkisar 10 hingga 30 derajat yang akan melewati Indonesia mencapai 6-8 kali sehari.
Berdasarkan hasil riset sampah antariksa memiliki potensi tidak signifikan jatuh ke wilayah Indonesia. Atau kurang dari satu persen terhadap total sampah antariksa yang berpotensi jatuh ke Bumi.
Namun demikian, Neflia tetap menegaskan bahwa mitigasi dampak dari sampah antariksa ini harus diantisipasi dengan melakukan pemantauan terhadap objek tersebut secara terus menerus.