Apa Dampak Fenomena Rojali dan Rohana Bagi Pengusaha Mal? Ini Jawabannya!
Lifestyle

Fenomena unik tengah menghantui dunia retail Tanah Air. Istilah “Rojali” (Rombongan Jarang Beli) dan “Rohana” (Rombongan Hanya Nanya) semakin sering terdengar di pusat perbelanjaan.
Meski mal terlihat ramai oleh pengunjung, nyatanya tak sebanding dengan jumlah transaksi yang terjadi.
Kondisi ini membuat para pengusaha mal harus berpikir ulang soal strategi bisnis.
Rojali: Singkatan dari “rombongan jarang beli”. Biasanya datang beramai-ramai, sibuk melihat-lihat barang, tapi minim transaksi.
Rohana: “Rombongan hanya nanya”. Mereka datang ke toko hanya untuk bertanya harga atau spesifikasi produk, tapi tak kunjung membeli.
Fenomena ini memang terlihat biasa saja. Namun, jika terjadi secara masif dan terus-menerus, efeknya bisa sangat terasa bagi para tenant retail maupun pengelola pusat perbelanjaan.
Kenapa Rojali dan Rohana Muncul?
Ilustrasi pengunjung Rojali dan Rohana. [Instagram]Menurut pengamatan pelaku usaha dan asosiasi pengelola pusat belanja, ada beberapa penyebab utama di balik tren ini:
- Daya beli masyarakat yang melemah, terutama kelas menengah ke bawah, karena tekanan ekonomi dan inflasi.
- Kelompok menengah ke atas lebih selektif, memilih menahan konsumsi dan menunggu diskon besar.
- Pola belanja pascapandemi berubah. Banyak orang survei harga di toko fisik, tapi akhirnya belanja lewat marketplace.
Mal jadi tempat hiburan. Banyak pengunjung datang untuk nongkrong, makan, atau sekadar window shopping tanpa belanja barang.
Dampaknya untuk Pengusaha Mal? Cukup Serius
Ilustrasi pengunjung Rojali dan Rohana. [Instagram]1. Omzet Menurun, Kunjungan Tak Berbanding Lurus
Ramainya mal tidak menjamin meningkatnya omzet. Tenant retail justru mengeluhkan transaksi yang cenderung stagnan atau bahkan turun. Fokus belanja masyarakat saat ini lebih ke kebutuhan pokok dan produk murah.
2. Tenant Ubah Strategi
Beberapa tenant mulai beradaptasi:
- Menyulap toko fisik jadi tempat “experience”, bukan cuma etalase barang.
- Menggabungkan belanja offline dan online, agar pengunjung yang lihat-lihat tetap bisa beli secara daring.
- Tenant F&B tetap stabil, bahkan tumbuh. Pengunjung yang tidak belanja produk, masih menghabiskan uang untuk nongkrong atau makan bareng. Beberapa tenant mencatat pertumbuhan omzet hingga 10% per bulan.
3. Konsep Mal Harus Berubah
Pengelola mal dituntut untuk berpikir kreatif. Event, diskon kilat, hingga spot hiburan kini jadi strategi utama agar pengunjung tak sekadar datang, tapi juga belanja.
4. Mal = Tempat Sosialisasi Baru
Fenomena Rojali dan Rohana menunjukkan bahwa fungsi mal kini bukan sekadar tempat belanja. Mal telah berubah jadi ruang sosial, tempat nongkrong, belajar, atau sekadar healing bareng teman.
Kata Pelaku Usaha
Ilustrasi pengunjung Rojali dan Rohana. [Instagram]Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebut, tren ini bukan hal baru, tapi memang makin sering terjadi.
Pelaku usaha dituntut untuk terus berinovasi agar bisa bertahan. Mereka juga mendorong tenant untuk berkolaborasi dengan UMKM lokal agar pengunjung tetap tertarik.