Rojali dan Rohana Bukanlah Teman Apalagi Keluarga, Tapi Sudah Tenar Sejak Dulu
Ekonomi Bisnis

Rojali dan Rohana beberapa hari belakangan cukup mencuri perhatian.
Dua istilah ini mampu memberi dampak signifikan bagi pusat perbelanjaan di tanah air.
Rojali dan Rohana bukanlah teman apalagi keluarga melainkan istilah yang hadir di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Fenomena Rojali dan Rohana Terus 'Menggema' Istana Akhirnya Bersuara: Jangan Jadikan Lelucon!
Rojali atau 'rombongan jarang beli' dan Rohana yakni 'rombongan hanya nanya' menjadi fenomena yang mewarnai sisi lain dari pusat perbelanjaan di Indonesia.
Ternyata dua fenonema Rojali dan Rohana bukanlah hal baru.
Baca Juga: Mal Ciputra di Jakbar Kebakaran, Diduga Akibat Korsleting
Rojali dan Rohana Sudah Tenar Sejak Dulu
Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso. [Instagram]
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso.
Menurutnya, masyarakat bebas memilih untuk membeli barang secara daring (online) atau luring (offline), termasuk melihat barang di mal sebelum memutuskan membeli lewat platform e-commerce.
“Kan kita bebas. Mau beli di online atau offline, itu hak konsumen. Dari dulu juga ada fenomena seperti ini,” ujar Budi di Jakarta, Rabu (23/7/2025) kemarin.
Budi menilai, keinginan konsumen untuk melihat produk secara langsung sebelum membeli adalah hal wajar, terutama untuk memastikan keaslian, kualitas, dan harga.
Pemerintah, kata dia, tidak bisa memaksa masyarakat bertransaksi di toko fisik.
Frekuensi Rojali dan Rohana Terus Meningkat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja. [Instagram]
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyebut fenomena Rojali dan Rohana sudah terjadi sejak lama, namun frekuensinya kini meningkat.
Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat serta faktor ekonomi global.
“Kalangan menengah atas lebih hati-hati dalam belanja. Sementara untuk menengah bawah, daya beli menurun sehingga lebih memilih produk dengan harga satuan murah,”kata Alphonzus.
Fenomena Rojali dan Rohana tentu sana menurunkan omzet pusat perbelanjaan.
Alphonzus menuturkan, pusat perbelanjaan tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja, tapi juga menjadi ruang hiburan dan edukasi.
Meski begitu, pola belanja konsumen kini bergeser menjadi lebih selektif.
“Omzet pasti turun, karena masyarakat sekarang cenderung membeli produk yang harganya murah,” tutupnya.