Catatan Akmal Nasery Basral: Pak Ribut dan April

Forumterkininews, Jakarta – Namanya Ribut Santoso. Pria lajang asal Lumajang ini menjalani profesi guru honorer selama 19 tahun yang panjang. Dia mengajar di sejumlah sekolah, dari TK sampai SMK. Para murid memanggilnya “Pak Ribut”.

Kendati mengajar di beberapa sekolah, namun dari SDN Pagowan 01 lah nama Pak Ribut berkibar kencang, setidaknya dalam sepuluh hari terakhir.

Saat itu murid-murid kelas 2 punya jadwal tes agama Islam. Namun guru agama berhalangan karena baru melahirkan. Pak Ribut menggantikan. Ternyata topiknya tak seringan diperkirakan karena dari seluruh murid hanya satu orang saja yang menjawab benar.

Pak Ribut membaca ulang pertanyaan. “Nabi Luth alaihissalam merupakan rasul Allah yang diutus kepada kaum apa?”

Seorang murid perempuan berkerudung menjawab nyaring. “Kaum Sodom!”

“April benar. Yang lainnya salah semua,” lanjut Pak Ribut sebelum kembali bertanya. “Kaum Sodom itu kaum apa? Ingat pelajaran dari Bu Ita?”

“Eh, itu lho Pak, laki-laki yang suka laki-laki,” masih jawab April dengan suara melengking.

“Betul. Kalau perempuan suka perempuan namanya apa?” lanjut Pak Ribut. “Kaum les …”

“ Lesboy,” potong seorang murid lelaki asal-asalan.

“Hush. Itu merek sabun,” Pak Ribut berkelakar. “Seharusnya lesbi. Sudah pada ngerti sekarang? Jadi kaum Sodom itu adalah kaum yang laki-lakinya suka sama laki-laki. Contohnya di tivi banyak. Contohnya lagi …”

“Pak Ribuuuuut,”cerocos April iseng. “ Iyo, Pak Ribut, tho?”

“ Astaghfirullahal adzim. Pak Ribut itu bukan kaum Sodom. Pak Ribut itu kaum normal, suka perempuan. Pril.”

“Pak Ribuuuut,” seru April tetap bertahan dengan mata berbinar jenaka.

Sang guru menepuk bahu muridnya. “Pril, kamu itu kalau ngomong hati-hati lho.”

“Iiih, Bapak,” April menyeringai lebar. Tangan kanannya bergerak-gerak gemas seakan hendak membalas.

Video TikTok itu sontak membuat ‘ribut’ dunia maya. Sebagian warganet tertawa menyaksikan adegan spontan itu. Sebagian lagi bertanya apa benar kurikulum kelas 2 SD sudah memasukkan topik Sodom sebagai materi ajar? Dunia pendidikan gonjang-ganjing.

Pak Ribut dipanggil Kepala Dinas Pendidikan Lumajang. Meski Pak Ribut tak mendapat sanksi, namun kabar pemanggilan sudah cukup membuat warganet menyayangkan sikap Kadisdik yang kaku. Bagi mereka Pak Ribut justru menampilkan proses belajar yang akrab di dalam kelas.

Kepala Sekolah SDN Pagowan 01, Cukup Santoso, turun tangan. Dia mengumpulkan seluruh guru dan menonton bersama video itu. Kesimpulannya? “Apa yang disampaikan Pak Ribut wajar, tidak berlebihan, karena memang ada di buku materi kelas 2. Cara penyampaian Pak Ribut juga proporsional,” ujarnya. “Kalau reaksi dari warga Pagowan sendiri malah tertuju pada April. Mereka bilang April lucu, ceplas-ceplos.”

April—nama lengkapnya Aprilia Mulyawati—adalah ketua kelas 2 yang terdiri dari 12 orang murid yang diajar Pak Ribut.

Ternyata video kaum Sodom bukan yang pertama merekam kegiatan belajar mengajar mereka, melainkan sudah ada beberapa video sebelumnya yang diunggah di akun R Dancer Official. Siapa pemilik akun ini? Tak lain Pak Ribut sendiri. Kenapa ada kata “Dancer” di sana? Ternyata Pak Ribut punya bisnis sampingan penyewaan baju tari dan busana tradisional untuk parade dan karnaval. Dia pun penari tradisional amatir yang kerap tampil di acara-acara kesenian Kabupaten Lumajang.

Nah, ketika wabah pandemi membuat seret bisnisnya, Pak Ribut punya waktu lebih banyak. Iseng-iseng dia membuat konten TikTok bersama murid di dalam kelas. “Rekaman dilakukan saat istirahat atau setelah bubar sekolah, nggak pernah waktu belajar,” katanya. Di hampir semua video, setting-nya sama. Pak Ribut duduk di kursi guru dan para murid berdiri mengelilingi. April selalu menjadi murid paling vokal dengan ceplas-ceplosnya yang khas, cerdas, dan mengundang tawa.

BACA JUGA:   Cigarettes After Sex Bakal Manggung di Jakarta Februari Mendatang

Misalkan di video lain, Pak Ribut bilang dia sudah tiga hari sakit lambung. April langsung menasehati. “ Perikso nang dokter pak, ojo meneng ae, (Periksa ke dokter pak, jangan diam saja).” Celetukan itu membuat Pak Ribut tergelak. Sambil berusaha mengendalikan tawa yang tak reda-reda, dia menjawab gembira. “ Pril, ojo lanyap-lanyap Pril. Pak Ribut mesio ra dikandani tetep prikso, Pril (Pak Ribut walaupun nggak dikasih tahu juga akan tetap periksa ke dokter, Pril).”

Di video lain, Pak Ribut bertanya siapa pencipta lagu “Pelangi-Pelangi” yang sering dinyanyikan murid saat istirahat. Seperti biasa April yang menjawab pertama “Ivan Gunawan, Pak!”

Pak Ribut menahan tawa yang nyaris meletus. “ Ngawur, Pril, ojo ngawur. Ivan Gunawan itu perancang busana artis.”

Di tengah ingar-bingar konten flexing Crazy Rich yang serba mewah dan glamor, konten-konten sederhana dari Lumajang ini dengan cepat menyedot perhatian warganet, menjadi sensasi internet tersegar. Pesohor Luna Maya sampai mewawancarai Pak Ribut dan April untuk kanal “TS Talk” yang dipandunya bersama Marianne Rumantir. Sebuah saluran teve nasional mengundang keduanya untuk tampil pada slot khusus di studio mereka hari ini (Senin, 4/4).

Persiapan keberangkatan ke ibu kota dijadikan beberapa konten oleh Pak Ribut, mulai dari meminta izin kepada keluarga April, penundaan keberangkatan pada jadwal pertama (membuat April sangat kecewa karena “sudah memberi tahu seluruh keluarga”), meski akhirnya tetap bisa berangkat di hari terakhir bulan Maret. Syukurlah.

Di Jakarta, kesibukan keduanya di sebuah apartemen di kawasan Kuningan—disiapkan oleh mantan murid Pak Ribut—bagaimana April yang rajin menyiapkan teh panas bagi gurunya dengan teko listrik, dan merapikan seprai tempat tidurnya (“Nggak usah dirapikan, Pril. Nanti ada orang yang melakukan itu,” saran Pak Ribut), serta sejumlah adegan ringan lain yang membuat warganet terhibur meski tak dirancang sebagai sebuah pertunjukan komedi.

Fenomena slice of life ini menarik diteroka karena setidaknya memiliki lima pesan utama.

Pertama, konten TikTok tak semuanya hanya soal joget seronok. Dia tetaplah platform digital yang netral dengan isi tergantung visi kreator.

Kedua, kerinduan publik melihat suasana pendidikan yang cair, santai, ceplas-ceplos, antara guru dan murid yang tidak scripted tersalurkan. Sebab, gambaran umum wajah pendidikan kita saat ini begitu tebal dengan pulasan pencitraan yang justru tak menampilkan ruh pendidikan. Apalagi saat ditampilkan dalam adegan-adegan sinetron yang banal dan dangkal.

Ketiga, yang lebih khusus, kedekatan personal Pak Ribut dan April, mengingatkan publik dengan guru favorit masing-masing di masa sekolah.

Keempat, ini adalah konten yang aman ditonton seluruh keluarga. Menghibur dan bermanfaat.

Kelima, bisa menjadi inspirasi bagi “Pak Ribut-Pak Ribut” lain di berbagai daerah untuk membuat konten sejenis, baik di bidang pendidikan dan pengajaran atau bidang lain, sekaligus secara tidak langsung memperkenalkan budaya lokal melalui dialog-dialog spontan yang mereka ucapkan. Durasi TikTok yang singkat menjadi satu kelebihan tersendiri karena penonton tak habiskan banyak waktu.

Meroketnya popularitas Pak Ribut dan April adalah contoh bagaimana ungkapan “ little things mean a lot” masih mujarab di dunia yang kian pengap dengan tsunami konten gemerlap.

Lanjuuuut, Pak Ribut!

(Akmal Nasery Basral; Penulis dan Sosiolog)

Artikel Terkait