Islam memandang ada hal gaib yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat, tersembunyi, atau tidak nyata. Sesuatu yang tidak bisa ditangkap dan dijangkau oleh indra tersebut salah satunya keberadaan jin.
Jin sebagai salah satu makhluk gaib yang diciptakan Allah untuk menjalani kehidupan di muka bumi ini. Walaupun hidup dalam dimensi yang berbeda dengan manusia, terkadang ada saja jin yang "masuk" dalam kehidupan manusia.
Kadang ditemukan ada rumah, kantor, atau tempat lain yang dihuni dan diganggu oleh jin.
Selain itu, terkadang jin juga mengganggu dan masuk ke tubuh manusia. Ada pula jin yang mengganggu seperti tumbuhnya rasa malas beribadah, cemas, gelisah, selalu lupa jumlah rakaat salat, sakit yang tidak ditemukan penyakitnya secara medis, dan sebagainya.
Dalam kondisi tersebut, upaya yang bisa diakukan adalah mengusir jin dengan cara membaca ayat-ayat suci Alquran. Namun, terkadang bacaan ayat-ayat Alquran tidak mempan seperti yang pernah terjadi di zaman Rasulullah.
Dikutip situs resmi Kementerian Agama, dikisahkan Ibnu Mas‘ud, suatu malam Rasulullah didatangi jin ifrit yang membawa obor api di tangannya. Pendapat lain mengatakan di malam Isra Miraj.
Saat itu, Rasulullah kemudian membaca ayat-ayat Alquran. Namun, tak ada reaksi apa-apa kecuali jin itu semakin mendekat. Maka malaikat Jibril menawarkan kepadanya, “Maukah jika aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang jika engkau membacanya, maka ia akan jatuh tersungkur dan obornya akan mati?” (HR. Malik, an-Nasa’i, ath-Thabrani, dan yang lain).
Tidak lama kemudian malaikat mengajarkan beberapa kalimat. Setelah Rasulullah membaca doa tersebut, jin ifrit itu langsung tersungkur dan obornya pun padam.
Adapun doa untuk mengusir yang dibaca Rasulullah dan diajarkan Malaikat Jibril tersebut adalah sebagaimana berikut:
أَعُوذُ بِوَجْهِ اللَّهِ الْكَرِيمِ، وَبِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا. وَمِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ فِي الْأَرْضِ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ طَوَارِقِ اللَّيْلِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ
A‘uudzu biwajhillaahil karîm, wabikalimâtillaahit-taammaatil-latii laa yujaawizuhunnaa barrun wa faajirun, min syarri mâ yanzilu minas-samaa’i, wa min syarri ma ya‘ruju fîhaa, wa min syarri maa dzara’a fil-ardhi, wamin syarri ma yakhruju minhaa, wa min syarri fitanil-laili wan-nahaari, wamin syarri thawaariqil-laili, wamin syarri kulli thaariqin illâ thâriqan yathruqu bi khairin, yaa rahmân.
“Aku berlindung dengan dzat Allah yang maha mulia, dengan kalimat-kalimat-Nya yang sempurna, yang tidak ada orang baik dan juga orang durhaka yang melampuainya, dari keburukan yang turun dari langit dan keburukan apa pun yang naik ke langit; dari keburukan apa saja yang masuk ke bumi dan keburukan apa saja yang keluar dari bumi; dari keburukan fitnah-fitnah siang dan malam; dari keburukan petaka-petaka malam; dari keburukan setiap petaka yang datang, kecuali petaka yang datang membawa kebaikan, wahai Zat yang maha penyayang.”