Double Check: Buah Muhibbah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional

Politik

Sabtu, 19 Juli 2025 | 18:48 WIB
Double Check: Buah Muhibbah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional
Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Presiden Prabowo Subianto mengawali masa kepemimpinannya dengan langkah diplomasi yang cukup aktif dan progresif.

rb-1

Dalam waktu singkat, ia melakukan lawatan ke berbagai negara, membangun komunikasi langsung dengan para pemimpin dunia.

Namun di balik kunjungan tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah ini sekadar silaturahmi politik atau justru strategi baru dalam kebijakan luar negeri?

Baca Juga: Berapa Biaya Sekolah Rakyat per Satu Siswa untuk Satu Tahun?

rb-3

Pertanyaan ini semakin relevan jika melihat arah diplomasi yang kini dijalankan.

Untuk menjawab hal tersebut, forum Double Check yang digelar DPP Gempita Milenial dan PCO telah membahas makna di balik agenda diplomatik ini.

Diplomasi Indonesia di Bawah Prabowo: Melanjutkan Strategi dengan Nuansa Baru

Baca Juga: Wamensos Tegaskan Sekolah Rakyat Diperuntukan Bagi Siswa Berasal Dari Keluarga Miskin

Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno; Tenaga Ahli Utama PCO, Phillips J Vermonte, dan Sekjen DPP Gempita Milenial Roso Daras sebagai moderator. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Presiden Prabowo Subianto melanjutkan arah kebijakan luar negeri yang sudah dirintis sebelumnya.

Namun, pendekatan yang digunakan kini disesuaikan dengan dinamika situasi global yang terus berubah.

Philips J. Vermonte, Tenaga Ahli Utama - PCO mengatakan, bahwa fokus utama diplomasi Indonesia adalah menjadi aktor aktif dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.

Presiden ingin Indonesia selalu hadir sebagai pihak yang mendorong kerja sama, bukan konflik.

“Kita ingin menjadi negara di kawasan Asia Tenggara menjadi pihak yang selalu mendorong setiap potensi konflik menjadi kerja sama,” kata Philips.

Dalam hal ini, hubungan dengan negara-negara besar seperti Tiongkok juga tetap dijaga dengan baik.

Prabowo memandang pentingnya diplomasi yang tidak hanya berbasis politik, tetapi juga ekonomi dan kesejahteraan.

“Apapun yang dilakukan di luar negeri dimaksudkan tujuan domestik kita,” tegas Philips.

Peran Strategis Indonesia di Forum Global: G20 hingga BRICS

Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno; Tenaga Ahli Utama PCO, Phillips J Vermonte, dan Sekjen DPP Gempita Milenial Roso Daras sebagai moderator. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Philips menegaskan, bahwa kehadiran Indonesia di forum internasional seperti G20 mencerminkan komitmen dalam menjaga kepentingan negara berkembang.

Indonesia terus menyuarakan isu kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan dalam forum global.

“Karena itu presiden juga hadir di G20 terus menerus dilakukan,” ujar Philips. Indonesia juga telah bergabung dalam BRICS, kelompok negara berkembang yang memiliki pengaruh besar secara ekonomi dan politik.

Di saat yang sama, Indonesia mampu menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat.

“Perkembangan yang terjadi adalah kita menjadi anggota BRICS di saat sama negosiasi dengan AS dicapai dengan baik,” jelas Philips.

Indonesia bahkan berhasil menyelesaikan negosiasi penting dengan Uni Eropa.

Hal itu menjadi penanda bahwa Indonesia dipandang sebagai mitra yang kredibel di mata dunia.

Komitmen pada Perdamaian Global dan Dukungan untuk Palestina

Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno; Tenaga Ahli Utama PCO, Phillips J Vermonte, dan Sekjen DPP Gempita Milenial Roso Daras sebagai moderator. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Philips menjelaskan, bahwa selain ekonomi dan kerja sama strategis, Indonesia juga tetap menaruh perhatian besar pada isu kemanusiaan.

Salah satunya adalah upaya diplomasi dalam mencari solusi untuk konflik Palestina.

“Satu hal yang tidak pernah dilewatkan: mengusahakan, mencari, mendekatkan kita pada solusi situasi di Palestina,” kata Philips.

Presiden Prabowo juga menjaga agar tidak ada eskalasi konflik lebih lanjut, baik di kawasan Timur Tengah maupun kawasan lainnya.

Upaya ini mencerminkan semangat Indonesia untuk berkontribusi pada perdamaian dunia.

“Presiden menjaga agar tidak ada tambahan konflik,” ujar Philips.

Dalam hampir satu tahun pemerintahannya, Presiden Prabowo telah meletakkan dasar diplomasi luar negeri yang solid.

Posisi Indonesia pun semakin diakui sebagai pemimpin yang bisa dipercaya dalam pergaulan internasional.

Prinsip Bebas Aktif: Indonesia Bukan Netral, tapi Independen

Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno; Tenaga Ahli Utama PCO, Phillips J Vermonte, dan Sekjen DPP Gempita Milenial Roso Daras sebagai moderator. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Menurut Arif Havas Oegroseno, Wakil Menteri Luar Negeri RI, bahwa kebijakan luar negeri Indonesia berlandaskan prinsip "bebas aktif" yang sudah menjadi dasar sejak awal.

Bebas berarti Indonesia menentukan arah sendiri, tidak tunduk pada negara manapun.

Namun, prinsip ini kerap disalahartikan sebagai sikap netral.

Padahal, netral berbeda secara hukum internasional dan lebih terkait pada kondisi perang.

“Hanya kadang bebas ini salah diterjemahkan sebagai netral, nggak. Netral itu adalah suatu kondisi hukum sesuai hukum internasional dalam hubungan antar negara yang terkait dengan peperangan,” jelas Wakil Menteri Luar Negeri.

Tak berhenti di situ, Indonesia tetap bersikap aktif dan berkontribusi pada perdamaian dunia.

Negara kita memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan tanpa arahan dari pihak asing.

“Independen secara mandiri memiliki kemampuan kebijakan kita tanpa negara lain, tanpa komando dari negara lain,” tambahnya.

Indonesia Tidak Memihak dan Tetap Membangun Relasi dengan Semua Pihak

Double Check episode VI di Retro Cafe Beltway Office Park, Jakarta Selatan, pada Sabtu (19/7/2025) bertajuk Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno; Tenaga Ahli Utama PCO, Phillips J Vermonte, dan Sekjen DPP Gempita Milenial Roso Daras sebagai moderator. (Tomy Tresnady / FTNews.co.id)

Arif Havas Oegroseno, bahwa dunia saat ini menghadapi ketidakpastian global yang tinggi.

Perubahan cepat di bidang geopolitik, ekonomi, dan iklim memaksa Indonesia untuk bersikap fleksibel.

Ia menyebut kondisi saat ini sangat mirip dengan era 1950-an. Di kala itu, dunia terbelah dalam dua blok besar, yaitu Barat dan Timur.

“Nah ini menciptakan suatu kondisi negara harus mendayung di antara banyak karang, tidak hanya dua,” ujarnya.

Artinya, Indonesia tidak berpihak, tetapi membangun relasi dengan semua pihak.

Kunjungan Presiden Prabowo ke berbagai kawasan memperlihatkan pendekatan ini.

Mulai dari Asia Tenggara, Timur Tengah, hingga Eropa dan Amerika Serikat.

Dengan Tiongkok, Indonesia menjalin kerja sama investasi. Dengan Rusia, kolaborasi dilakukan dalam sektor pupuk dan pertanian, menunjukkan bahwa Indonesia bisa berteman dengan siapa pun.

Hasil Konkret Diplomasi: BRICS, Hilirisasi, dan Akses Pasar Baru

Diplomasi luar negeri Indonesia tidak hanya bersifat simbolis, tapi juga menghasilkan manfaat konkret.

Salah satunya adalah keterlibatan aktif dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) dan New Development Bank.

Indonesia turut memperjuangkan standar minyak nabati yang adil dan berkelanjutan dalam deklarasi BRICS.

Langkah ini sejalan dengan kepentingan nasional di sektor komoditas strategis.

“Kalau kita lihat deklarasi BRICS ada dua paragraf mengenai pentingnya negara BRICS menciptakan minyak nabati yang fair dan sustainable,” jelasnya.

Hilirisasi juga menjadi perhatian negara-negara lain. Bahkan, banyak yang ingin belajar dari Indonesia tentang pengelolaan tambang mineral.

Tantangan Neraca Perdagangan dan Perebutan Pasar Global

Philips menegaskan, bahwa Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan serius dalam hal neraca perdagangan.

Impor dari negara besar seperti India dan Tiongkok masih sangat besar dan belum seimbang dengan ekspor Indonesia.

“Kalau betul berjalan sampai saat ini, impor kita India, Cina masih sangat besar dan nggak balance,” kata Philips.

Ketidakseimbangan ini berisiko memperlemah posisi ekonomi Indonesia secara struktural.

Masalah ini juga menjadi sorotan media karena berdampak pada sektor domestik.

Apalagi, saat ini BRICS dan negara lain juga tengah bersaing di pasar yang sama, sehingga

Indonesia perlu mencari peluang diversifikasi mitra dagang. Ketergantungan pada dua negara besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok saja tidak lagi cukup.

“Itu penting sekali bahwa di tengah dunia berubah ini, ancaman lama tetap ada dan nggak hilang, ancaman baru muncul,” jelas Philips.

BRICS dan Peran Indonesia dalam Membangun Aturan Global Baru

Menurut Philips, bahwa masuknya Indonesia ke dalam BRICS bukan semata soal aliansi ekonomi.

Ini adalah langkah strategis untuk membentuk norma dan prinsip baru dalam tata ekonomi dunia.

“Di keanggotaan di organisasi internasional itu ada beberapa tujuan. Yang paling utama adalah norm-setting, jadi kita membangun norma dan prinsip,” kata Philips.

Melalui BRICS, negara dengan karakter dan tantangan yang sama bisa duduk bersama.

Justru kerja sama menjadi prioritas untuk menghindari konflik kepentingan dalam ekspor dan impor barang sejenis.

“BRICS bukan tempat untuk berkompetisi,” ujar Philips.

Menjaga Multilateralisme di Tengah Dinamika Global

Indonesia menyeimbangkan hubungan bilateral dan multilateral dengan cermat.

Di tengah rivalitas negara besar, Indonesia memperluas opsi kemitraan agar tidak terjebak dalam dominasi pihak manapun.

“Menurut saya peluang terbesarnya adalah norm-setting. Semua negara mencari cara agar opsinya terbuka karena persaingan makin tajam,” ujar Philips.

Philips mengatakan, bahwa Indonesia tidak meninggalkan Amerika Serikat atau Cina, justru ingin memperdalam relasi keduanya secara seimbang.

Kondisi global yang tak pasti seperti konflik dan pandemi memberi tantangan baru.

“Pandemi padahal dampaknya jauh lebih ruwet dari perang,” tegas Philips.

Indonesia tetap menjaga relasi bilateral yang kuat, namun tidak melupakan peran aktif di forum multilateral.

Keaktifan Indonesia di sidang PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan WHO (World Health Organization) menunjukkan komitmen untuk mengisi ruang-ruang global yang penting.

“Jadi buat Indonesia, hubungan negara kuat bilateral penting, tapi multilateralisme kita jaga,” kata Philips.

Penguatan Pertahanan Jadi Prioritas untuk Menjaga Kedaulatan Maritim dan Udara

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah yang sangat luas, khususnya di sektor maritim.

Hal ini membuat pertahanan menjadi sektor penting yang tidak bisa diabaikan.

“Tentu saja itu pernyataan yang harus disampaikan mengingat Indonesia ini wilayahnya begitu luas, wilayah maritim kita itu,” ujar Philips.

Menurut Philips, bahwa salah satu tantangan yang masih sering dihadapi adalah praktik illegal fishing.

Sayangnya, Indonesia terkadang belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan maksimal atas wilayah perairannya.

“Kita adalah amanat konstitusi menjaga kedaulatan dari berbagai kemungkinan, misalnya yang belum lama masih lakukan illegal fishing, kita kadang juga belum bisa lindungi,” kata Philips.

Oleh karena itu, penguatan alat utama sistem pertahanan negara (alutsista) mutlak diperlukan, baik di darat, laut, maupun udara.

Kebutuhan penguatan juga mencakup pengawasan dan pengamanan wilayah udara demi menjaga kedaulatan Indonesia.

“Perlu penguatan Angkatan Laut, wilayah udara perlu Angkatan Udara. Kita perlu menginvestasikan alat pertahanan,” tegasnya.

Philips menegaskan, bahwa Presiden Prabowo juga mendorong agar kerja sama pertahanan memberikan manfaat bagi industri dalam negeri.

Ia juga menekankan, bahwa pembangunan pertahanan butuh konsistensi, bukan proyek jangka pendek.

“Kalau dalam pembelian alutsista disertakan komponen yang bisa diproduksi di Indonesia, itu akan memberi nilai tambah. Lalu, membangun pertahanan itu lama, butuh konsistensi,” tutupnya.

Tag prabowo subianto double check

Terkini