Infak Jumat Muhammadiyah Tembus Rp70 Miliar, Bantuan Bencana Sumatera Bergerak Cepat
Gerakan Infak Jum’at Muhammadiyah mencatatkan capaian mengejutkan dengan penghimpunan dana sekitar Rp70 miliar.
Angka ini sontak menjadi sorotan karena tidak lahir dari konser amal, kampanye nasional, atau acara megah lainnya.
Dana tersebut justru terkumpul dari aktivitas rutin umat di masjid, sekolah, kampus, hingga rumah sakit Muhammadiyah yang tersebar di berbagai daerah.
Baca Juga: Rawan Gempa, BRIN Petakan Sesar dari Ujung Kulon hingga Banyuwangi
Dampak Nyata di Lokasi Bencana: Dari Dapur Umum hingga Layanan Medis
Gelombang kepedulian ini bermula dari instruksi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, yang mengarahkan infak Jum’at pada 12, 19, dan 26 Desember 2025 untuk difokuskan pada bantuan kemanusiaan.
Baca Juga: Pemilu 2024 di Puncak Musim Hujan: Mitigasi Ancaman Bencana!
Meski jumlah tersebut masih jauh dibanding total kerugian bencana yang mencapai triliunan rupiah, dampaknya langsung terasa di lapangan.
Lazismu bersama Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) bergerak cepat menyalurkan bantuan ke wilayah-wilayah paling terdampak.
Dapur umum yang sempat terhenti kembali beroperasi. Relawan medis memperoleh pasokan obat dan perlengkapan kesehatan.
Ribuan penyintas menerima tenda, selimut, alas tidur, hingga kebutuhan khusus perempuan dan anak.
Di Aceh, asap dapur umum kembali mengepul.
Di Sumatera Barat, tenaga medis Muhammadiyah mampu melayani ratusan warga setelah ketersediaan obat terpenuhi. Sementara di daerah longsor, bantuan bahan makanan dan perlengkapan dasar terus mengalir tanpa jeda.
Solidaritas Terorganisir
Antusiasme publik semakin menguat setelah laporan transparansi Lazismu menunjukkan secara rinci ke mana setiap rupiah disalurkan.
Reputasi MDMC sebagai salah satu tim tanggap bencana terbaik di Indonesia juga memperkuat kepercayaan masyarakat, mengingat relawan mereka kerap menjadi yang pertama tiba di lokasi bencana.
Di tengah meningkatnya bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim, situasi ini menjadi pengingat bahwa peran negara saja tidak cukup.
Dibutuhkan energi kolektif masyarakat. Dari masjid hingga posko pengungsian, dari kampus ke daerah longsor, dari tenaga medis hingga guru—semuanya bergerak dalam satu misi kemanusiaan.