Jaksa KPK Eksekusi Terpidana Andririni Terkait Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi
Hukum

Forumterkininews.id, Jakarta - Jaksa eksekutor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi pengadaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017 Andririni Yaktiningsasi, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Tangerang, Banten.
Terpidana Andririni yang merupakan seorang psikolog itu dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Jaksa Eksekutor Eva Yustisiana, Rabu (29/6), telah selesai melaksanakan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan terpidana Andririni Yaktiningsasi ke Lapas Kelas II A Tangerang," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (30/6).
Baca Juga: Kerap Pindah Negara: Pelarian Christoper Penipu Jessica Iskandar Berakhir
Ali mengatakan terpidana Andririni akan menjalani masa pidana selama 4 tahun dikurangi masa penahanan yang sudah dia jalani.
Selain itu, terpidana Andririni juga berkewajiban membayar denda sebesar Rp400 juta dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp2,6 miliar.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, menyatakan terdakwa Andririni terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Korupsi Satelit di Kemenhan, Kejagung Periksa Tiga Eks Pejabat Kemenkominfo
Majelis Hakim menyatakan terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
Andririni dipidana pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain Andririni, KPK juga menetapkan mantan direktur utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro sebagai tersangka. Perkara Djoko Saputro telah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
Konstruksi Perkara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Djoko, sebagai Dirut Perum Jasa Tirta II, pada 2016 diduga memerintahkan relokasi anggaran dan revisi anggaran dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia dan strategi korporat dari nilai awal Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
KPK menduga usulan perubahan tersebut tanpa referensi dari unit lain dan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andrini sebagai pelaksana.
Untuk pelaksanaan pekerjaannya, Andririni menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta dengan adanya pemberian uang komitmen atau fee atas penggunaan bendera kedua perusahaan tersebut, sebesar 15 persen dari nilai kontrak. Andririni menerima fee 85 persen dari nilai kontrak.
Selain itu, KPK menyebutkan nama para ahli dalam kontrak pekerjaan. Dimana nama tersebut hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.
Hal itu sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang. Sementara pelaksanaan lelang, direkayasa sedemikian rupa dengan formalitas penanggalan berbagai dokumen administrasi lelang disusun secara backdated. Akibat perbuatan tersebut, KPK menyatakan terpidana Andririni merugikan keuangan negara sekitar Rp3,6 miliar.