Jampidsus: Pengadaan Satelit di Kemenhan, Dana Belum ada Sudah Lakukan Kontrak

Forumterkininews.id, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan kasus pengelolaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur periode 2015 di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, kasus korupsi tersebut berawal saat pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur yang awalnya berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kemudian diserahkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Lalu, diambil alih Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Proyek itu diambil alih Kemenhan dengan anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang belum disetujui Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Tahun 2015 sampai 2021 Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur. Ini merupakan bagian program Satkomhan atau Satelit Komunikasi Pertahanan di Kemenhan,” kata Febrie dalam keterangannya, Jumat (14/1) malam.

Saat itu, kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan PT Navajo. Kemudian, dilakukan penyewaan berupa mobile satellite service dan drone segmen.

Kemudian, satu minggu dilakukan penyelidikan dengan memanggil 11 saksi dari pihak swasta dan Kemenhan. Dilakukan koordinasi dengan pihak auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan hasil adanya kerugian negara senilai Rp500 miliar dan US$ 20 juta.

“Didukung dokumen yang lain, yang kita jadikan alat bukti seperti kontrak, serta dokumen-dokumen lain dalam proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri,” tuturnya.

Proyek Pengadaan Satelit Tidak Direncanakan dengan Baik

Berdasarkan penyelidikan, kata Febrie, ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum. Karena proyek pengadaan satelit komunikasi tidak direncanakan dengan baik. Kemudian kontrak dilakukan tanpa dana yang tersedia, serta penyewaan mobile satelite service dan drone segmen seharusnya tidak dilakukan.

“Saat kontrak dilakukan anggarannya belum tersedia dalam DIPA Kemenhan di tahun 2015. Kemudian dalam prosesnya juga ada penyewaan satelit dari Avantie Communication Ltd,” paparnya.

BACA JUGA:   Soal Restitusi, Ayah David: jika Tidak Sanggup Bayar, Ganti Kurungan Saja!

Oleh karenanya, lanjut Febrie, seharusnya saat itu Kemenhan tidak perlu sewa satelit. Karena dalam ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, maka masih ada waktu 3 tahun masih dapat digunakan.

“Jadi masih ada tenggang waktu. Tapi tetap dilakukan penyewaan (satelit), sehinggga di sini kita lihat ada perbuatan melawan hukum,” tegasnya.

Bahkan, satelit yang disewa menggunakan anggaran negara (APBN) ternyata tidak dapat berfungsi dan spesifikasinya tidak sama dengan yang lama. Maka terjadi perbuatan dugaan tindak pidana korupsi.

“Indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan auditor BPKP, kita perkirakan Rp 500 miliar lebih dan ada potensi (kerugian negara),” ucap Febrie.

“Kemudian kita sedang digugat di arbitrase sebesar US$ 20 juta,” sambungnya. []

Artikel Terkait