Ekonomi Bisnis

Jangan Lupa 2026 Wajib Halal, BPJPH: Bukan Urusan Agama tapi Perlindungan Negara

23 Desember 2025 | 20:32 WIB
Jangan Lupa 2026 Wajib Halal, BPJPH: Bukan Urusan Agama tapi Perlindungan Negara
Ilustrasi [Foto; umkm.go.id]

Kebijakan wajib sertifikasi halal mulai diterapkan 2026. Negara wajib melindungi makanan, minuman, dapur, hingga jasa yang dikonsumsi rakyat, kata Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan.

rb-1

“Sehari setelah Presiden Prabowo dilantik, kementerian dibentuk dan langsung jelas arahnya. Negara wajib melindungi makanan, minuman, dapur, hingga jasa yang dikonsumsi rakyat,” ujar Haikal, dalam acara Wajib Halal 2026 di Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Haikal menjelaskan bahwa tidak semua produk harus melalui sertifikasi halal, terutama produk dengan risiko rendah (positive risk). “Sayuran segar, buah murni, air tanpa tambahan apa pun, itu jelas halal. Tidak perlu dipersulit,” katanya.

Baca Juga: BPJPH Usul Sertifikasi Halal Gratis untuk Warteg dan Warung Tradisional

rb-3

Namun, produk olahan seperti telur asin, omelet, makanan siap saji, hingga minuman dengan tambahan bahan tetap wajib melalui proses sertifikasi karena masuk kategori pengolahan. Ini Makna Halal di Berbagai Negara

Dalam paparannya, Kepala BPJPH menegaskan bahwa makna halal di dunia internasional telah berkembang jauh melampaui konteks agama. “Di Korea halal disebut kebersihan ganda. Di Eropa dan Swiss, halal itu elite food. Di Inggris, halal itu menyelamatkan semesta. Di India, halal itu kembali ke kehidupan yang sehat,” ujarnya, dilansir InfoPublik.

Haikal Hassan, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) [Foto: Humas BPJPH]Haikal Hassan, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) [Foto: Humas BPJPH]Ia menambahkan, halal kini menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, sekaligus simbol kualitas, keamanan, dan keberlanjutan.

Baca Juga: BPJPH dan BPOM Merilisi Daftar 9 Produk yang Mengandung Babi, Simak Disini

Haikal juga menekankan pentingnya pemahaman halal dan baik (halalan thayyiban). “Tidak semua yang halal itu baik. Tapi yang tidak halal, pasti tidak baik. Karena itu halal harus dipasangkan dengan kualitas,” tegasnya.

Menurutnya, filosofi ini menjadi dasar penguatan regulasi halal Indonesia agar tidak tertinggal dari negara lain.

Ahmad Haikal Hasan menegaskan bahwa kebijakan halal memiliki landasan hukum yang sangat kuat, mulai dari Pancasila hingga Undang-Undang Dasar 1945. “Pancasila itu melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia. Negara wajib melindungi semua: Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, semua suku dan golongan,” ujarnya.

Oleh karena itu, negara juga wajib melindungi konsumen Muslim melalui kepastian informasi produk yang dikonsumsi.

Bagaimana dengan Makanan dan Minuman tidak Halal?

Ahmad Haikal Hasan mengingatkan bahwa sejak UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, seluruh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.

Jika produk tidak halal, maka wajib diberi keterangan tidak halal secara jelas, misalnya dengan simbol babi atau alkohol. “Itu bukan melarang, tapi melindungi. Sama seperti aturan narkoba dan kesehatan, ini untuk keselamatan bangsa,” tegasnya.

Untuk itu, Haikal menepis anggapan bahwa sertifikasi halal memberatkan UMKM. Menurutnya, kebijakan ini justru menjadi pelindung pasar domestik dan tiket UMKM masuk pasar global. “Kalau mau bersaing dengan dunia, kita harus ikut standar dunia,” ujarnya.

Haikal kembali menegaskan bahwa label halal bukan simbol eksklusivitas agama, melainkan bentuk transparansi dan perlindungan negara kepada rakyat. “Ini bukan soal agama semata. Ini soal melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” ucapnya.

Tag BPJPH Sertifikat Halal