Jangan Lupa 2026 Wajib Halal, BPJPH: Bukan Urusan Agama tapi Perlindungan Negara
Kebijakan wajib sertifikasi halal mulai diterapkan 2026. Negara wajib melindungi makanan, minuman, dapur, hingga jasa yang dikonsumsi rakyat, kata Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan.
“Sehari setelah Presiden Prabowo dilantik, kementerian dibentuk dan langsung jelas arahnya. Negara wajib melindungi makanan, minuman, dapur, hingga jasa yang dikonsumsi rakyat,” ujar Haikal, dalam acara Wajib Halal 2026 di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Haikal menjelaskan bahwa tidak semua produk harus melalui sertifikasi halal, terutama produk dengan risiko rendah (positive risk). “Sayuran segar, buah murni, air tanpa tambahan apa pun, itu jelas halal. Tidak perlu dipersulit,” katanya.
Baca Juga: BPJPH Usul Sertifikasi Halal Gratis untuk Warteg dan Warung Tradisional
Namun, produk olahan seperti telur asin, omelet, makanan siap saji, hingga minuman dengan tambahan bahan tetap wajib melalui proses sertifikasi karena masuk kategori pengolahan. Ini Makna Halal di Berbagai Negara
Dalam paparannya, Kepala BPJPH menegaskan bahwa makna halal di dunia internasional telah berkembang jauh melampaui konteks agama. “Di Korea halal disebut kebersihan ganda. Di Eropa dan Swiss, halal itu elite food. Di Inggris, halal itu menyelamatkan semesta. Di India, halal itu kembali ke kehidupan yang sehat,” ujarnya, dilansir InfoPublik.
Haikal Hassan, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) [Foto: Humas BPJPH]Ia menambahkan, halal kini menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, sekaligus simbol kualitas, keamanan, dan keberlanjutan.
Baca Juga: BPJPH dan BPOM Merilisi Daftar 9 Produk yang Mengandung Babi, Simak Disini
Haikal juga menekankan pentingnya pemahaman halal dan baik (halalan thayyiban). “Tidak semua yang halal itu baik. Tapi yang tidak halal, pasti tidak baik. Karena itu halal harus dipasangkan dengan kualitas,” tegasnya.