Kasus Pemalsuan SHM di Pagar Laut Bekasi: 9 Tersangka Ditetapkan, Termasuk Kades Aktif
Nasional

Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak milik (SHM) yang melibatkan area pagar laut di Desa Segarajaya, Tarumajaya, Bekasi.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Kamis, 20 Maret 2025. Dalam konferensi pers di gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro selaku Dirtipidum Bareskrim Polri menjelaskan bahwa keputusan penetapan tersangka diambil berdasarkan hasil diskusi bersama tim penyidik, wasidik, dan penyidik madya.
"Ada sembilan orang yang kami tetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen SHM ini," ujar Djuhandhani, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga: Besok, Bareskrim Polri Panggil Wulan Guritno
Berikut daftar nama para tersangka:
1. MS – mantan Kepala Desa Segarajaya
2. AR – Kepala Desa Segarajaya aktif sejak 2023
Baca Juga: Berkas Perkara Indosurya Ditolak, Kabareskrim: Alasan Kejagung Tak Masuk Akal
3. GM – Kepala Seksi Pemerintahan Desa Segarajaya
4. Y – Staf Desa Segarajaya
5. S – Staf Desa Segarajaya
6. AP – Ketua tim support program PTSL
7. GG – Petugas pengukuran di tim support PTSL
8. MJ – Operator komputer
9. HS – Tenaga pembantu tim support PTSL
Menurut Djuhandhani, timnya telah memeriksa sekitar 40 saksi terkait kasus SHM palsu di Bekasi ini. Dari hasil penyidikan, ditemukan bahwa modus yang digunakan adalah dengan mengubah data objek dan subjek sertifikat.
SHM yang semula sah atas lahan daratan diubah menjadi sertifikat atas lahan di wilayah pagar laut dengan luasan yang lebih besar.
"Temuan dari laboratorium forensik juga memperkuat dugaan pemalsuan ini. Objek tanah dipindahkan ke area laut, dan kemudian dijadikan jaminan pinjaman di bank swasta," ucap Djuhandhani.
Penyidik saat ini tengah melengkapi berkas perkara dengan memanggil dan memeriksa para tersangka secara intensif. Hal ini dilakukan agar proses hukum dapat segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Diketahui, dalam perkara ini terungkap adanya 93 sertifikat tanah palsu yang diduga digunakan sebagai jaminan. Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan aparat desa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga keabsahan dokumen kepemilikan tanah.