Kejagung Periksa Dirjen ILMATE Kemenperin dan Bank BRI Terkait Korupsi Tower PLN
Hukum

Forumterkininews.id, Jakarta- Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap 4 orang saksi terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN.
Di antara saksi yang diperiksa Jampidsus berasal dari pihak PT Krakatau Steel dan Bank BRI.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero)," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/8).
Baca Juga: Polda Metro Jaya Minta Penangkapan Warga Riau Tidak Dibesar-besarkan
Para saksi yang diperiksa, yakni Purwono Widodo (PW) selaku karyawan PT Krakatau Steel, dan I Gusti Putu Suryawirawan (IGPS) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) ​Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Kemudian Murtaki Samsudin (MS) selaku Direktur Treasury PT PLN periode 2015, dan Tomy Cahyo Nugroho (TCN) selaku Staf Manufacturing & Property Division PT Bank BRI.
"Mereka diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero)," ujar Ketut.
Baca Juga: Berkas Perkara PC Belum Lengkap, Jaksa akan Kembalikan ke PenyidikÂÂ
Sebelumnya diketahui, penyidik Jampidsus Kejagung menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN tahun 2016 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.
"Menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero) ke tahap penyidikan," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin 25 Juli 2022.
Menurut Ketut, posisi kasus dalam perkara tersebut yakni bahwa PT PLN pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.
"Dalam pelaksanaan PT PLN (persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero), yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara," jelas dia.
Ketut mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan dan ditemukan peristiwa atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower tahun 2016 pada PT PLN, yaitu lewat adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
"Seperti dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," kata Ketut.
Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, sebab Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo. Kemudian, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak yaitu Oktober 2016 sampai dengan Oktober 2017 dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.
"Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun," ujarnya.
PT PLN (persero) dan pihak penyedia, lanjut Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.
"Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum," terang Ketut.
Adapun sejauh ini penyidik telah melakukan serangkaian tindakan berupa penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik SH.
"Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT PLN (persero)," tandas Ketut. []