Kejagung Tetapkan Eks Ketua PN Surabaya Jadi Tersangka di Kasus Suap Ronald Tannur, Ini Perannya
Hukum

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur. Begini peran mantan orang nomor satu di PN Surabaya tersebut.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Rudi Suparmono ditangkap di Palembang. Lalu, penyidik Kejagung menggiringnya ke Jakarta.
"Setelah melakukan penangkapan tadi pagi dibawa, langsung ke Jakarta dari Palembang dan mendarat di Halim. Karena ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana korupsi, maka RS ditetapkan sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar saat menggelar konferensi pers, Selasa (14/1/2025) malam.
Baca Juga: Pagi Ini, Nadiem Makarim Jalani Pemeriksaan Kejagung soal Kasus Pengadaan Laptop
Setelah ditetapkan tersangka, Rudi Suparmono kemudian ditahan di Rutan Salemba. "Tersangka RS dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba," ucap Abdul Qohar.
"Tersangka LR meminta ZR agar diperkenalkan kepada RS yang saat itu menjabat sebagai Ketua PN Surabaya. Bermaksud untuk memilih hakim yang akan menyidangkan Ronald Tannur," jelasnya.
Zarof kemudian menghubungi Rudi dan menyampaikan bahwa Lisa meminta bertemu. Pertemuan antara Lisa dan Rudi dilakukan di ruang kerja Ketua PN Surabaya.
Baca Juga: Kejagung Terima Lagi Pelimpahan Berkas Perkara Ferdy Sambo
"Selanjutnya pada tanggal 4 Maret 2024 tersangka ZR menghubungi RS melalui pesan WhatsApp yang berisi, tersangka ZR menyampaikan bahwa tersangka LR akan menemui RS di Pengadilan Negeri Surabaya. Pada hari yang sama, tersangka LR datang ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk bertemu dengan RS dan diterima oleh RS di ruang kerjanya," lanjut Abdul Qohar.
Dalam pertemuan itu, Lisa meminta dan memastikan majelis hakim yang akan menyidangkan kasus Ronald Tannur. Rudi menjawab, hakim yang dipilih adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.
"Setelah bertemu dengan RS, tersangka LR menemui ED (hakim Erintuah Damanik, tersangka) di lantai 5 gedung Pengadilan Negeri Surabaya. Selanjutnya, tersangka LR mengatakan bahwa dia mengetahui nama tersangka ED, kemudian HH (hakim Heru Hanindyo, tersangka) dan M (hakim Mangapul, tersangka) karena tersangka LR sudah bertemu dengan tersangka H dan tersangka M untuk membicarakan terkait dengan penetapan majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur," terang Abdul Qohar.
Pertemuan lanjutan antara Lisa dan Rudi pun digelar. Lisa meminta agar Erintuah Damanik ditetapkan sebagai ketua majelis hakim.
"Beberapa waktu kemudian, LR menemui kembali RS dan meminta agar tersangka ED untuk ditetapkan sebagai ketua majelis hakim dalam perkara Ronald Tannur. Sementara tersangka HH dan tersangka M sebagai anggota majelis hakim," ucap Abdul Qohar.
Kemudian, Rudi bertemu dengan Erintuah dan membicarakan soal ketua majelis hakim. Rudi menyampaikan bahwa Erintuah lah yang akan menjadi ketua majelis hakim.
"Pada tanggal 5 Maret 2024 tersangka ED bertemu dengan RS. Pada pertemuan tersebut, RS katakan kepada tersangka ED, mengatakan, 'Ley, anda saya tunjuk sebagai ketua majelis anggotanya M dan HH. Atas permintaan LR,'" ujar Abdul Qohar.
Surat penetapan susunan majelis hakim keluar pada 5 Maret 2024. Surat tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua PN Surabaya atas nama Rudi, yang saat itu menjadi Ketua PN Surbaya.
"Padahal pelimpahan perkara dilakukan sejak 22 Februari 2024. Artinya, sejak perkara dilimpahkan ke pengadilan, 12 hari kemudian baru ada penunjukan majelis hakim yang tangani Ronald Tannur," ujarnya.