Kementerian Agama Komentari Pengibaran Bendera One Piece: Kita Arahkan Dukung Program Prabowo
Politik

Indonesia tengah diramaikan dengan pengibaran bendera One Piece pada bulan kemerdekaan Agustus. Pengibaran bendera dari komik asal Jepang itu sebagai bentuk protes terhadap pemerintah atas keadaan negeri yang dianggap tidak baik-baik saja.
Bendera One Piece yang banyak dikibarkan yaitu bendera yang digunakan Bajak Laut Topi-Jerami yang dipimpin oleh tokoh protagonis dalam seri tersebut Monkey D Luffy. Bendera tersebut berwarna hitam dengan gambar tengkorak dan tulang menyilang, ditambah topi jerami berwarna kuning-merah.
Seri manga One Piece diciptakan oleh Eiichiro Oda. Tak hanya di Jepang, One Pice digandrungi banyak orang di seluruh dunia, tentu saja termasuk di Indonesia.
Baca Juga: Biodata dan Agama Eiichiro Oda, Pencipta Seri Manga One Piece yang Bikin Heboh Indonesia
Kata Kemenag tentang Pengibaran One Piece
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i. (kemenag.go.id)Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i turut menyoroti fenomena budaya populer di kalangan generasi muda dengan pengibaran bendera One Piece jelang 17 Agustus.
“Saya memahami One Piece itu manga anime atau kartun fiksi yang mengangkat semangat anti-penindasan, anti-penjajahan, dan anti-ketidakadilan. Nilai anti penindasan kan positif. Nilai anti penjajahan juga positif,” ujar Wamenag di Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Baca Juga: Dibuka Seleksi Baznas dari Level Kabupaten, Provinsi hingga Pusat: Berikut Syarat-Syaratnya
Menurutnya, apa yang menjadi nilai di One Piece juga diperjuangkan Presiden Prabowo melalui semangat kemandirian bangsa.
“Jika ada anak muda senang dengan kisah fiksi One Piece, kita bisa ajak mereka untuk mendukung program terbaik Presiden dan semangat serta energi itu bisa kita arahkan untuk mengibarkan dan membela Merah Putih. Jadi kita bisa arahkan itu untuk memperkuat nasionalisme. Nakama kibarkan Merah Putih,” tegasnya.
Budaya Populer Anak Muda
One Piece. (Instagram @onepiece_staff)
Kisah fiksi One Piece ditulis pada akhir tahun 90-an oleh penulis dari Jepang, Eiichiro Oda. Di Indonesia, kata Wamenag, juga banyak kisah pahlawan, para pejuang bangsa dan itu kisah nyata, bukan fiksi.
“Kisah-kisah pahlawan ini bisa dikemas juga dalam bentuk rangakain saga kejuangan pahlawan yang sarat nilai dan itu kontekstual dengan Indonesia,” papar Wamenag.
“Ini bisa manjadi langkah inovatif dalam memperkuat semangat kebangsaan di tengah tren budaya populer. Kita minta anak muda ambil nilai kepahlawanan untuk membela Merah Putih,” tandas Wamenag.
Langkah-langkah ini, lanjut Wamenag, diharapkan mampu menjadi pendekatan kultural yang efektif dalam memperkuat semangat kebangsaan generasi muda, tanpa menegasikan identitas dan kegemaran mereka terhadap budaya populer global.