Mobile Ad
Pj Gubernur DKI Diminta Tak Rotasi Pejabat Jelang Pilkada 2024

Selasa, 14 Mei 2024

FTNews- Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono, diminta untuk tidak melakukan pergantian atau rotasi pejabat menjelang pelaksanaan Pilkada 2024. Imbauan itu disampaikan langsung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI kepada Heru.

Koordinator Divisi Hukum, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Bawaslu DKI Jakarta Sakhroji menyebut, pihaknya bahkan telah melayangkan surat imbauan kepada Heru.

"Surat imbauan telah kami kirim sejak awal April 2024. Kepada Pak Pj Gubernur (Heru) agar tidak merotasi pejabat di DKI Jakarta menjelang pilkada," ujar Sakhroji dalam keterangannya, Selasa (14/5).

Ia menambahkan, mbauan itu pihaknya kirim untuk mengantisipasi adanya pelanggaran. Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2024.

Tertuang Dalam Dua Pasal


Sakhroji juga mengatakan, ada dua pasal yang melarang PJ gubernur melakukan rotasi pejabat.

"Ada di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada,"tuturnya.

Adapun pasal pertama yakni, Pasal 71 ayat (2) berbunyi 'Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota tidak boleh melakukan penggantian pejabat. Enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan masa jabatan. Kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri'.

"Jadi (larangan merotasi pejabat itu) enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (kepala daerah). Bukan enam bulan sebelum pencoblosan," ungkap Sakhroji.

Kemudian pasal kedua, yakni Pasal 162 ayat (3). Berbunyi 'Gubernur, Bupati, atau Wali Kota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri'.

"Sehingga kepala daerah yang melakukan mutasi pejabat menjelang Pilkada 2024 berpotensi akan dapat sanksi pidana. Sebagaimana yang tertuang pada Pasal 190 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,"tandasnya.

Kemudian, lanjutnya Pasal 190 berbunyi 'Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dapat  terkena pidana. Dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan. Dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000.

Topik Terkait:

Advertisement

Advertisement