Mahfud MD Menilai Wacana Mengampuni Koruptor Berisiko
Politik

Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menilai wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto untuk mengampuni koruptor yang mengembalikan kerugian negara akan menimbulkan beberapa risiko.
Menurutnya, gagasan itu jika direalisasikan akan bertentangan dengan dua asas dalam pemerintahan yaitu asas akuntabilitas dan transparansi. Mahfud MD mempertanyakan siapa pihak yang bertanggung jawab jumlah kerugian negara dalam sebuah kasus korupsi.
“Menurut saya itu berisiko ya. Kalau misalnya memaafkan, korupsi apalagi dengan diam-diam. Lalu, asas pemerintahannya yang dua saja, menyangkut akuntabilitas, pertanggungjawabannya gimana? Siapa yang melapor, dan apa jumlahnya benar? Lalu, asas transparansi juga bagaimana?” tutur Mahfud MD, Jumat (20/12).
Baca Juga: Trio Komite TPPU Dipastikan Hadiri Rapat Soal Rp349 T
Mahfud MD memaparkan, bukan saja akan bertentangan dengan dua asas tersebut, wacana tersebut juga akan berpotensi melanggar Undang-Undang. Kecuali, pemerintah dan DPR memiliki keinginan untuk merevisi Undang-Undang atau membuat produk hukum baru.
“Belum lagi bertentangan dengan UU misalnya. Kalau bertentangan dengan UU sih gampang, dibuat UU baru. Tapi, itu tadi, transparansi dan akuntabilitas nggak bisa dijamin,” ujarnya.
Mahfud MD juga mengaku pernah memberikan alternatif terhadap praktik pemberantasan korupsi di Indonesia saat menjadi menteri kehakiman di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saat itu, Mahfud menawarkan dua alternatif yaitu ilustrasi dan pemutihan.
Baca Juga: Prabowo Larang Kadernya Gembar-gembor 2 Periode: Please, Jangan Sebut seperti Itu
Cara pertama sudah dilakukan di beberapa negara seperti Latvia. Dengan cara itu, koruptor harus diberhentikan dari jabatannya dan tidak boleh menduduki posisi tertentu di pemerintahan atau aktif berpolitik selama lima tahun.
“Itu alternatif pertama, itu namanya pemotongan generasi. Itu banyak di berbagai negara,” ucapnya.
Cara kedua, pemaafan seperti yang dilakukan di beberapa negara di Afrika. Koruptor dimaafkan dan setelahnya diberi kesempatan untuk berbuat lebih baik. Namun, usulan itu ditolak dan dirinya tidak lagi aktif di pemerintahan.
“Ndak jalan waktu itu. Atau, itu pemaafan juga takut kepada gerakan reformasi waktu itu. kenapa memaafkan, wong kita reformasi untuk menindak para koruptor. Sehingga lalu sekarang seperti belasan tahun lalu,” terangnya.
Walau begitu, Mahfud MD mengaku menghargai niat Presiden. Menurutnya, wacana itu sebagai bentuk ekspresi Presiden terhadap upaya pemberantasan korupsi yang selama ini tidak bisa diselesaikan.
“Saya kira kita hargai itu bagian dari pernyataan Pak Prabowo yang katanya akan berbuat sesuatu yang bisa dilihat setelah enam bulan,” katanya.
Sebelumnya, di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (18/12) waktu setempat, Presiden Prabowo Subianto mengatakan mempertimbangkan kemungkinan untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Ia mengaku akan mengesampingkan proses hukum dengan memberi kesempatan koruptor untuk bertaubat.
“Saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi voor, apa voor, apa itu, memberi kesempatan untuk taubat,” ucapnya.