Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmongangan Tuntut Hak Tanahnya yang Dirampas
Daerah

FT News - Desa Sihaporas dan Dusun Dolok Parmongangan merupakan sebuah desa yang berada di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Saat ini, mereka berada di tengah konflik perebutan lahan antara masyarakat adat dengan PT. Toba Plum Lestari (PT. TPL). Di mana, masyarakat adat merasa tanah mereka digunakan oleh PT. TPL tanpa adanya persetujuan dari mereka.
Kini, empat perwakilan dari masyarakat tersebut menyelenggarakan konferensi pers melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara di Grha Oikoumene, Rabu (10/9).
Baca Juga: Mudahkan Masyarakat Bertransportasi, Pemprov DKI akan Beli Saham PT KCI
Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmongangan Menuntut Hak Tanahnya yang Hilang [FT News/Ario Vallentino Syahgatra]
Perwakilan tersebut adalah Mangitua Ambarita (Tetua Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas), Mersi Silalahi (Perempuan Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas), Marta Manurung (Perempuan Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan), dan Jhontoni Tarihoran (Ketua PH AMAN Wilayah Tano Batak). Mereka juga ditemani oleh sang advokat, Boy Raja Marpaung.
"Wilayah-wilayah adat kita itu berkonflik dengan dengan pihak Kehutanan. Dan diperparah dengan datangnya investasi seperti PT. TPL," ujar Jhontoni.
Baca Juga: Sidang Putusan Kasus Narkoba Ditunda, Begini Penampilan Ammar Zoni
Saat ini, mereka harus meninggalkan kampungnya sejak 27 Agustus 2024 silam, demi mencari keadilan di Jakarta. Mereka pun mengatakan sudah bertemu dengan berbagai badan pemerintah untuk meminta bantuan tersebut.
Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmongangan Menuntut Hak Tanahnya yang Hilang [FT News/Ario Vallentino Syahgatra]
Lahan yang menjadi konflik saat ini adalah milik pemerintah, di mana PT. TPL mendapatkan izin untuk beroperasi di tanah tersebut.
Namun, masyarakat desa merasa pemerintah hanya mengambil keputusan secara sepihak tanpa adanya persetujuan mereka yang mengaku sebagai pemilik wilayah.
Konflik ini semakin menjadi pelik ketika Sorbatua Siallagan, Tetua Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan ditangkap oleh Polda Sumatera Utara pada 22 Maret 2024 silam.
Pria berusia 65 tahun tersebut dituduh telah melakukan penebangan pohon eukaliptus dan pembakaran kayu di lahan konsesi PT. TPL.
Pada 14 Agustus 2024, Pengadilan Tinggi Simalungun, Sumatera Utara, memvonis Sorbatua dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Kini, masyarakat adat berharap pemerintah segera mengambil keputusan terkait konflik cepat terselesaikan.