Mbok Yem, Pemilik Warung Legendaris Puncak Gunung Lawu Masuk RS : Tetap Pikirkan Nasib Pendaki
Daerah

Mbok Yem, sosok legendaris pemilik warung puncak Gunung Lawu, harus rela dibawa turun gunung untuk mendapatkan perawatan.
Wanita bernama asli Wakiyem itu ditandu menuruni jalur pendakian via Cemoro Sewu, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Mbok Yem yang diketahui telah berjualan di puncak Gunung Lawu sejak 1980-an begitu dikenal para pendaki karena warungnya menjadi tempat istirahat favorit ketika di puncak.
Baca Juga: Terungkap Keinginan Mbok Yem Sebelum Meninggal : Tinggal Bersama Anak dan Cucu!
Namun, pada Rabu (5/3/2025), kondisi kesehatannya memburuk, sehingga Mbok Yem harus rela turun gunung setelah sebelumnya menolak walau harus menahankan sakit sejak Februari.
“Sakitnya sejak awal Februari lalu, tapi baru mau turun setelah kondisinya agak parah,” ujar Syaiful Gimbal, kerabat Mbok Yem dilansir dari sejumlah laman.
Mbok Yem langsung dilarikan ke RSI Aisyiyah Ponorogo untuk mendapatkan perawatan.
Baca Juga: Benarkah Warung Mbok Yem Gunung Lawu Tutup Selamanya? Ini Jawaban Keluarga!
“Kemarin langsung dibawa ke RSI Aisyiyah Ponorogo untuk perawatan,” ungkap Syaiful.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter di RSU Aisyiyah Ponorogo, Mbok Yem mengalami pneumonia dan pembengkakan di beberapa bagian tubuhnya.
"Hasil pemeriksaan ada pneumonia, ada bengkak,” ujar Humas RSU Aisyiyah Ponorogo, Muh. Arbain,
Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Mbok Yem berangsur membaik. Menurut Arbain, wanita berusia 82 tahun itu sudah mulai mau makan meski masih harus menggunakan selang oksigen.
“Awalnya, saat hari pertama dirawat, kondisinya lemah dan tidak mau makan karena sesak napas. Sekarang sudah lebih baik, sudah bisa diajak komunikasi, meski masih harus pelan-pelan karena kalau terlalu cepat berbicara jadi sesak,” jelas Arbain.
Kendati Mbok Yem mendapatkan perawatan di rumah sakit namun dirinya tetap membuka warung tersebut demi melayani para pendaki.
“Masih ada Muis sama Jarwo yang ada di warung,” kata Mbok Yem
Saelan, anak kedua Mbok Yem yang menemaninya di rumah sakit, menambahkan bahwa kedua orang kepercayaan tersebut telah lama membantu ibunya berjualan di puncak gunung.
"Kalau Simbok turun, memang dua orang itu yang berjualan di warung. Seperti sekarang saat Simbok sakit, mereka tetap menjaga warung,” ujar Saelan.
Selama ini, Mbok Yem tetap berjualan meski dalam kondisi sakit. Ia kerap memaksakan diri untuk melayani pendaki, bahkan hingga dini hari.
"Kemarin itu sakit gigi, enggak bisa tidur. Kadang sampai jam 12 malam enggak tidur. Jam 2 malam itu masih goreng telur karena ada pendaki yang lapar. Kalau capek baru tertidur,” ungkap Mbok Yem.
Saelan mengakui bahwa sulit melarang ibunya untuk berhenti berjualan.
"Dilarang pun tidak bisa karena kalau di rumah yang dipikir bagaimana orang-orang yang naik gunung bisa makan,” katanya.
Mbok Yem tidak terlalu memikirkan keuntungan, melainkan lebih peduli terhadap ketersediaan makanan bagi pendaki di puncak Gunung Lawu.
Biaya membawa sembako ke puncak pun tidak murah, bisa mencapai Rp 500.000 untuk sekali angkut.
“Kami memahami bagaimana Simbok lebih mementingkan bisa jualan di atas daripada memikirkan untungnya,” tutur Saelan.
Keluarga berharap ia segera pulih dan meminta doa dari masyarakat.
“Kami keluarga minta doanya semoga Mbok Yem lekas sembuh,” harapnya.