MK Dinilai Sering Offside Anggota DPR Ramai-ramai Kritik, Revisi UU MK Tinggal Paripurna

Politik

Selasa, 08 Juli 2025 | 23:21 WIB
MK Dinilai Sering Offside Anggota DPR Ramai-ramai Kritik, Revisi UU MK Tinggal Paripurna
Gedung MPR/DPR/DPD/Foto: dok DPR

Sejumlah anggota DPR RI mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi, salah satunya soal pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal yang terpisah atau digelar tidak dalam tahun yang sama seperti 2024 lalu.

rb-1

Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Badan legislasi DPR RI bahkan menyatakan dengan keras bahwa Mahkamah Konstitusi sudah ‘offside’ kini jadi pembentuk UU Ketika. Hal senada juga disampaikan anggota DPR lainnya. Menurut Doli, MK telah melampaui kewenangan konstitusional dalam Putusan MK terkait pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah. Ia menyebut MK telah berperan sebagai positive legislator atau pembentuk undang-undang ketiga di luar DPR dan Pemerintah.

“Saya sudah berkali-kali menyampaikan, Mahkamah Konstitusi ini makin kesini makin ‘offside’. Ia melampaui kewenangan dengan memutuskan norma-norma yang seharusnya diputuskan oleh pembentuk undang-undang,” ungkap Doli dalam pernyataannya, Selasa (8/7/2025), dilansir laman resmi DPR RI.

rb-3

RUU MK sudah Direvisi DPR Periode Lalu

Gedung MPR/DPR/DPDGedung MPR/DPR/DPD

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan tidak ada pembahasan mengenai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau MK. Menurut Adies, UU MK telah direvisi pada periode DPR sebelumnya. Kala itu, dia mengaku menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU tersebut.

“Undang-Undang MK tidak ada revisi, Kan itu sudah direvisi periode anggota DPR yang lima tahun lalu,” katanya usai sidang paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025).

Adies mengatakan RUU MK sudah dibahas anggota DPR pada periode 2019-2024. Politikus Golkar ini mengatakan saat itu dirinya merupakan ketua panitia kerja dan proses pembahasan UU MK saat itu memang tinggal tunggu rapat paripurna tingkat II.

“Tapi sampai saat ini belum ada pembicaraan dari pimpinan, kalau ada kan dia di rapat pimpinan kemudian di badan musyawarah kan, tapi belum ada,” katanya.

Wacana Revisi UU MK

Wacana revisi UU MK menggelinding di tengah protes dari sejumlah legislator atas putusan mahkamah soal pemisahan pemilu nasional dan lokal. Salah satunya dari anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin.

"(Apa mungkin akan dihidupkan revisi Undang-Undang MK?) Mungkin saja untuk membahas kewenangan," kata anggota Komisi II fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini di kompleks Parlemen, Jumat (4/7).

Khozin menilai Mahkamah Konstitusi kerap melampaui batas dalam memutuskan suatu perkara. Dalam konstitusi, pembentuk undang-undang adalah DPR dan pemerintah. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi, kata Khozin, adalah penjaga konstitusi. Dia menilai Mahkamah semestinya tidak masuk terlalu jauh ke ruang legislator. "Kalau MK dinilai punya kewenangan untuk memproduksi suatu undang-undang, ya dilegitimasikan saja sekalian. Kira-kira begitu," kata Khozin.

Selain Khozin, sejumlah legislator mengkritik putusan MK soal pemisahan pemilu. Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto bertentangan dengan konstitusi dan berpotensi merusak siklus demokrasi Indonesia. Supriyanto menyoroti implikasi jeda waktu imbas putusan tersebut. Menurut dia, pemilihan anggota DPRD yang tidak lagi berlangsung setiap lima tahun sekali bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur pemilu lima tahunan untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD.

Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024

Dalam Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo pada Kamis, 26 Juni 2025, mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional terpisah dengan tingkat daerah.

Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah. Adapun perkara 135 ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem.

Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.***

Tag MK Dinilai Sering Offside MK Berperan sebagai Pembentuk UU DPR Kritik MK

Terkini