Naik Drastis! Kemenkes Peringatkan Kasus Chikungunya 2025, Termasuk Sumut
Nasional

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ungkap suspek chikungunya pada minggu pertama hingga kesembilan 2025 yang mengalami kenaikan drastis dibandingkan minggu yang sama pada 2023 dan 2024.
Untuk itu Kemenkes mengingatkan perlunya intervensi dari petugas, seperti pengendalian vektor penyebab Chikungunya.
Baca Juga: Kemenkes Klaim Vaksinasi Anak 6-11 Tahun Capai 500 Ribu Orang
"Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai adanya kenaikan kasus pada minggu mendatang. Meskipun begitu saat ini tren menunjukkan penurunan dalam dua bulan terakhir," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Jabar Tertinggi - Sumut Posisi 4
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman. [Int]
Baca Juga: Menlu RI Sebut Hentikan Ancaman TBC Investasi Pembangunan
Aji menyebutkan pada 2025 terdapat lima provinsi dengan kasus suspek chikungunya tertinggi, yakni Jawa Barat (6.674), Jawa Tengah (3.388), Jawa Timur (2.903), Sumatera Utara (1.074), dan Banten (838).
Dikutip dari laman resmi Kemenkes, chikungunya merupakan penyakit tropis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Orang yang terinfeksi dapat mengalami beberapa gejala seperti demam, badan terasa lemas, nyeri pada sendi dan tulang yang lama hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Gejala ini biasanya muncul segera setelah terinfeksi, namun sering juga infeksi virus ini tanpa gejala.
Gejala tersebut dapat berlangsung lama setelah terinfeksi dan dapat menyebabkan kerugian, baik secara kesehatan maupun ekonomi.
Belum Tersedia Antivirus Chikungunya
Ilustrasi gejala Chikungunya. [Instagram]
Ia mengatakan saat ini belum tersedia pengobatan antivirus khusus chikungunya.
Jika terkena chikungunya, penanganan yang dapat dilakukan adalah untuk menghilangkan gejala, dengan beristirahat, mengganti cairan yang hilang, dan pemberian obat-obatan untuk meredakan nyeri sendi.
Sebagai respon dari tren tersebut, pihaknya melakukan berbagai langkah, seperti surveilans vektor dan pengendalian faktor risiko lingkungan pada penyakit tular vektor berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Melakukan respon dan penilaian awal risiko terhadap sinyal alert yang timbul pada penyakit potensial KLB/wabah," katanya.
Dia juga mengingatkan untuk melakukan 3M plus yakni menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.