Nilai Jual Kembali Mobil Listrik Cepat Anjlok? Ini Penyebab Utamanya
Pasar mobil Indonesia kini memasuki fase transisi besar seiring meningkatnya kehadiran kendaraan listrik (EV).
Namun, di tengah perkembangan tersebut, muncul pertanyaan penting bagi konsumen: bagaimana nilai jual kembali mobil listrik dibandingkan mobil bermesin bensin?
Sejumlah data menunjukkan bahwa depresiasi atau penurunan nilai mobil listrik masih cenderung lebih tinggi dibandingkan mobil bensin.
Baca Juga: Update Harga Mobil LCGC Bekas September di Bawah Rp 80 Juta
Kondisi ini dipengaruhi beberapa faktor, terutama dinamika teknologi baterai, insentif pemerintah, serta kecepatan inovasi di industri kendaraan listrik.
Faktor Utama Tingginya Depresiasi Mobil Listrik
Baca Juga: Pajak Avanza di Indonesia Rp5 Juta, di Thailand Hanya Rp150 Ribu per Tahun
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi baterai berlangsung sangat cepat. Kapasitas, daya tahan, dan kemampuan pengisian terus meningkat setiap generasi.
Pembaruan teknologi yang terlalu cepat membuat model lama lebih cepat kehilangan nilai di pasar sekunder karena konsumen cenderung memilih teknologi terbaru.
Di sisi lain, masih tingginya biaya penggantian baterai mobil listrik menjadi pertimbangan tersendiri bagi calon pembeli mobil bekas.
Kekhawatiran terkait kesehatan baterai serta umur pakainya membuat nilai mobil listrik lebih mudah turun.
Untuk kendaraan bermesin bensin, pola depresiasi cenderung lebih stabil. Mekanisme yang telah mapan, jaringan bengkel luas, serta biaya perawatan yang lebih terprediksi membuat nilai jual kembali mobil bensin relatif tidak terlalu fluktuatif.
Selain itu, pasar mobil bekas yang sudah terbentuk sejak puluhan tahun juga berpengaruh besar. Permintaan mobil bekas bensin masih jauh lebih tinggi dibanding mobil listrik, sehingga harganya lebih terjaga.
Insentif pemerintah, seperti potongan pajak PPnBM untuk mobil listrik, juga memengaruhi nilai depresiasi.
Ketika mobil baru mendapat potongan harga signifikan, dampaknya terasa pada harga jual kembali unit lama karena perbedaan harga menjadi lebih besar.
Akibatnya, beberapa model EV mengalami penurunan nilai yang cukup drastis.
Sebaliknya, mobil bensin yang tidak lagi mendapat banyak insentif memiliki struktur harga yang lebih stabil dari tahun ke tahun.
Alasan Depresiasi Mobil Listrik Lebih Tinggi Dari Mobil Bensin
Prospek Nilai Jual Kembali Mobil Listrik di Masa Depan
Meskipun saat ini nilai depresiasi mobil listrik masih lebih besar, para analis melihat bahwa tren ini berpotensi berubah.
Ekosistem kendaraan listrik di Indonesia terus berkembang, mulai dari penambahan stasiun pengisian daya, penurunan harga baterai, hingga banyaknya produsen baru yang masuk ke pasar.
Semakin matang infrastruktur EV, nilai jual mobil listrik diprediksi semakin stabil.
Pasar otomotif Indonesia kini berada pada fase peralihan menuju teknologi ramah lingkungan.
Namun, dari sisi depresiasi, mobil bensin masih unggul dalam menjaga nilai jual kembali. Sementara itu, mobil listrik menawarkan biaya operasional lebih rendah, tetapi menghadapi tantangan dalam hal penurunan nilai.
Keputusan memilih mobil listrik atau bensin kini semakin bergantung pada kebutuhan jangka panjang konsumen, apakah lebih mengutamakan efisiensi penggunaan atau kestabilan harga jual kembali.