Generasi Baru Palestina Hancur, UNICEF Ungkap Kenyataan Pahit Malnutrisi Bayi dan Ibu Hamil di Gaza
UNICEF kembali menyoroti kondisi memilukan yang menimpa ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi di Gaza akibat malnutrisi serta tekanan psikologis berkepanjangan selama konflik dengan Israel. Situasi ini digambarkan sebagai “rantai domino” yang menghancurkan kesehatan generasi baru bahkan sebelum mereka lahir.
Dalam konferensi pers di Palais des Nations, Jenewa, UNICEF menegaskan bahwa dampak konflik tidak hanya terlihat dari jumlah korban meninggal, tetapi juga dari bayi-bayi lahir dengan berat badan rendah. Kondisi tersebut diperburuk oleh sistem kesehatan yang hancur dan pembatasan bantuan selama perang.
Lonjakan Bayi Berat Badan Lahir Rendah dan Malnutrisi Ibu
Baca Juga: Tragis di Gaza: Influencer Cilik Tewas Dibunuh Israel
Nesma Ayed duduk di samping tempat tidur putrinya yang berusia 9 tahun, Jana, di Friends of the Patient Society Hospital di Kota Gaza, Jalur Gaza, pada Senin, 25 Agustus 2025. [UNICEF/UNI854997/Eleyan]UNICEF melaporkan bahwa sedikitnya 165 anak meninggal akibat malnutrisi yang sebenarnya dapat dicegah selama masa perang. Namun, kondisi malnutrisi ibu hamil dan menyusui jauh lebih jarang dilaporkan meskipun dampaknya sangat besar.
Sebelum perang, pada 2022, rata-rata 250 bayi per bulan atau sekitar 5 persen lahir dengan berat badan lahir rendah menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Pada paruh pertama 2025, angka tersebut meningkat menjadi 10 persen atau sekitar 300 bayi per bulan.
Situasi memburuk drastis menjelang gencatan senjata, yaitu pada Juli hingga September 2025, ketika angka bayi lahir dengan berat rendah melonjak menjadi 460 bayi per bulan. Itu berarti sekitar 15 bayi setiap hari, hampir dua kali lipat dari sebelum perang.
Baca Juga: Berbondong-Bondong Pengakuan Anggota PBB, Hal Itu Berarti Jadikan Palestina sebagai Negara?
Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko kematian 20 kali lebih besar dibanding bayi dengan berat normal. Di Gaza, rumah sakit kesulitan memberikan perawatan intensif karena kerusakan fasilitas, kematian tenaga kesehatan, serta hambatan masuknya pasokan medis penting.
Data menunjukkan bahwa jumlah bayi meninggal pada hari pertama kehidupan meningkat 75 persen, dari rata-rata 27 per bulan pada 2022 menjadi 47 per bulan pada Juli–September 2025. Dokter setempat menyebut kondisi itu berkaitan erat dengan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan meningkatnya kelainan bawaan.
Seruan Penghentian Serangan
Peta Gaza, Palestina. (Google Maps-Ftnews)UNICEF mencatat bahwa 38 persen ibu hamil yang disaring antara Juli dan September mengalami malnutrisi akut. Bahkan pada Oktober saja, 8.300 ibu hamil dan menyusui dirawat atas kondisi tersebut.
Seorang ibu bernama Fatma menceritakan kepada UNICEF bahwa ia mengalami malnutrisi selama tiga bulan masa kehamilan dan mengungsi tiga kali. Ia kehilangan suami dan anak perempuannya dalam dua serangan berbeda, dua bulan satu sama lain.
Situasi brutal ini menyebabkan banyak bayi lahir prematur dan membutuhkan perawatan intensif yang tidak dapat diberikan secara optimal oleh rumah sakit yang rusak. UNICEF menemukan bayi-bayi dengan berat kurang dari 1 kilogram berjuang bernapas di unit perawatan neonatal.
UNICEF merespons dengan mengganti alat medis yang hancur, termasuk ventilator, inkubator, dan monitor pasien. Sejak gencatan senjata, UNICEF telah memberikan suplemen mikronutrien kepada lebih dari 45.000 ibu hamil dan menyusui serta memeriksa 150.000 anak di bawah usia lima tahun.
UNICEF menegaskan bahwa lebih banyak bantuan harus masuk ke Gaza untuk mencegah generasi yang lahir dalam kondisi rentan ini semakin menderita. Mereka juga menekankan bahwa serangan yang terus terjadi, meski di tengah gencatan senjata, harus segera dihentikan.