Nasional

Penegakan Hukum Kehutanan Rendah, DPR: Apa Masalahnya? Benteng Terlalu Kuat? Bintangnya Banyak?

05 Desember 2025 | 22:03 WIB
Penegakan Hukum Kehutanan Rendah, DPR: Apa Masalahnya? Benteng Terlalu Kuat? Bintangnya Banyak?
Ilustrasi [Foto: istimewa/um-surabaya.ac.id]

Dari bencana yang menimpa Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh, terungkap sesuatu yang diduga menjadi penyebab bencana hidrometeorologi basah yang demikian dahsyat di Sumatera, yakni, pembalakan hutan ---entah itu dilakukan secara legal maupun illegal--- secara gila-gilaan yang dampaknya membuat rakyat menderita.

rb-1

Dan memang pihak berwenang tidak bisa ‘ngeles’ lagi, walaupun sempat diucap beberapa tokoh, lantaran bukti pembalakan hadir secara nyata dan semua bisa menyaksikannya baik masyarakat yang berada di daerah bencana ataupun masyarakat secara luas. Kayu-kayu gelondongan besar-besar terbawa arus banjir bandang yang dahsyat, dipotret (divideokan) dengn sangat baik dan ditayangkan media massa berulang-ulang supaya semua paham.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo menegaskan pihaknya sudah mulai menyelidiki masalah itu. Bekerja sama dengan Kementerian kehutanan, ujarnya, personel sudah turun ke lapangan memulai penyelidikan, tambahnya

Baca Juga: Dukung Operasi Kemanusiaan, AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Wilayah Bencana

rb-3

Rendahnya Penegakkan Hukum Kehutanan, Akibat UU Cipta Kerja?

Dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Kehutanan, salah satu yang menjadi sorotan tentang rendahnya penegakan hukum kehutanan di sejumlah daerah. Anggota Komisi IV Slamet, salah satu yang menyuarakan hal ini.

Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, [Foto : dok. DPR/Mentari/Han]Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, [Foto : dok. DPR/Mentari/Han]“Penegakan hukum di Kementerian Kehutanan masih rendah. Catatan saya di Aceh itu hanya satu yang P21. Di Sumut hanya empat, dan di Sumbar juga hanya satu dari sekian kasus. Kalau salah mohon dikoreksi,” tegasnya, dikutip dari laman DPR RI. Slamet mempertanyakan hambatan penegakan hukum di lapangan, termasuk potensi adanya pihak berpengaruh yang menghalangi proses penyidikan. “Mohon disampaikan, kalau ada kendala apa? Apakah yang ditabrak ini benteng terlalu kuat, bintangnya tidak terhitung, atau bagaimana? Komisi IV secara politik siap memberikan dorongan agar masalah ini tidak dijawab dengan narasi, tetapi aksi nyata,” tambahnya. Selain terkait penegakan hukum kehutanan, Legislator dari Fraksi PKS itu juga menilai kerusakan hutan dalam skala luas yang terjadi disebabkan adanya ruang yang diberikan terkait pelepasan kawasan hutan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Ia mengkritisi sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja, termasuk dihapusnya aturan tutupan hutan minimal 30 persen dan tidak dilibatkannya DPR dalam mekanisme pelepasan kawasan hutan. “Salah satu hal yang membuat ruang terjadinya kemudahan pelepasan kawasan hutan adalah tidak melibatkan DPR. Tutupan 30 persen dihapus, ini menjadi permasalahan. Ada juga istilah keterlanjuran, sehingga hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian kita semua,” ujarnya. Kayu menumpuk di aliran sungai di Tapanuli Sumut saat banjir bandang [Foto: instagram]Kayu menumpuk di aliran sungai di Tapanuli Sumut saat banjir bandang [Foto: instagram]Panja Pelepasan Kawasan Hutan

Baca Juga: Dampak Bencana Sumut-Sumbar: Harga Cabai di Riau dari Rp40 Ribu Melonjak Rp150 Ribu pe-Kg

Melihat kondisi tersebut, Slamet mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Pelepasan Kawasan Hutan untuk menelusuri kembali proses pelepasan kawasan yang diduga menjadi akar kerusakan ekologi. “Usul pimpinan, nampaknya kita harus membentuk panja pelepasan kawasan hutan. Dengan panja, kita bisa merunut ke belakang. Kerusakan hutan hari ini tidak terjadi dalam 1–2 tahun, tetapi punya sejarah panjang,"jelasnya. Karena itu ia menilai pembentukan Panja tidak hanya memperkuat pengawasan, tetapi juga menjadi bagian dari komitmen DPR dalam menjalankan “taubat ekologi” melalui langkah nyata.

Tag Bencana Sumut-Sumbar-Aceh