Pihak Tom Lembong Minta Kejagung Periksa Menteri Perdagangan Periode 2016-2023
Hukum

Kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Ari Yusuf Amir minta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) periksa semua Menteri Perdagangan (Menda) periode 2016-2023.
Hal tersebut dikatakan Ari perihal penetapan tersangka mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong perihal kasus impor gula.
Pasalnya, Ari menyebut kasus impor gula di Kementerian Perdagangan ini periode 2015 sampai dengan 2023. Maka itu, ia bingung, kenapa hanya kliennya saja yang diperiksa. Sedangkan Tom Lembong saat itu menjabat sebagai Mendag hanya periode 2015-2016.
Baca Juga: Mahfud MD Blak-blakan Singgung 'Perintah dari Atas' di Kasus Tom Lembong
"Nah, tindak pidana korupsi dalam importir gula di Kementerian Perdagangan periode 2015 sampai dengan 2023. Artinya, kalau sampai 2023, mereka sudah memeriksa semua menteri-menteri yang terkait pada periode ini (setelah Tom Lembong)," ujar Ari di PN Jaksel, Selasa (5/11).
Dengan begitu, Ari menyebut pihaknya terus menunggu Menteri lain untuk diperiksa oleh Kejagung.
"Nah, kalau betul kejaksaan menyidik periode itu, maka sudah layaklah mereka memeriksa menteri-menteri yang lainnya. Ini sama-sama kita tunggu nih. Sampai Pak Thomas Lembong sebagai tersangka dan sampai ditahan, belum ada menteri-menteri lain yang diperiksa," ujarnya.
Baca Juga: Berkas Dilimpahkan, PN Jaksel Gugurkan Praperadilan Hasto Kristiyanto Terkait Tersangka Suap
Diketahui, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya menyampaikan lima poin petitum yang menjadi dasar gugatan praperadilan.
1. Hak untuk Mendapatkan Penasihat Hukum
Klien kami tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan ketentuan hukum yang berlaku, yang seharusnya menjamin hak setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum.
2. Kurangnya Bukti Permulaan
Penetapan tersangka terhadap Thomas Trikasih Lembong tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tim Penasihat Hukum menilai bahwa bukti yang digunakan oleh Kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum.
3. Proses Penyidikan yang Sewenang-wenang
Kami mengklaim bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami.
4. Penahanan yang Tidak Berdasar
Penahanan klien kami dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan. Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
5. Tidak Ada Bukti Perbuatan Melawan Hukum
Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, juga tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi. Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami.