Profil Sritex, Perusahaan Tekstil Legendaris Terjerat Korupsi yang Seret Nama Megawati
Nama Sritex kembali mencuat dalam kasus dugaan korupsi yang diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Perusahaan tekstil itu diduga melawan hukum pada proses pencairan kredit sejumlah bank ke Sritex.
Belakangan muncul nama Megawati yang akan diperiksa dalam kasus tersebut. Megawati merupakan istri dari Iwan Setiawan Lukminto, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang juga putra pendiri perusahaan tersebut.
Profil Sritex
Baca Juga: Biografi dan Agama Megawati Budiono, Istri Bos Sritex yang Diperiksa Kejagung
Sritex. (WIkipedia)Perusahaan sejatinya sudah resmi ditutup pada bulan Maret 2025 karena mengalami kebangkrutan. Tutupnya Sritex sangat menghebohkan Indonesia karena perusahaan ini dinilai cukup besar dan sangat berperan dalam perkembangan industri tekstil tanah air.
Perusahaan Sritex didirikan oleh pengusaha tanah air Lukminto pada tahun 1966 sebagai perusahaan perdagangan di Pasar Klewer, Solo dengan nama UD Sri Redjeki.
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau biasa dikenal sebagai Sritex berkantor pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah dan memiliki kantor perwakilan di Jakarta. Sritex dulu memusatkan sebagian besar operasinya di lahan seluas 79 hektare di Sukoharjo.
Sritex mempekerjakan sejumlah tenaga profesional dari luar negeri, seperti Korea Selatan, Filipina, India, Jerman, dan Tiongkok. Klien besar Sritex dulu antara lain H&M, Walmart, K-Mart, dan Jones Apparel.
Perusahaan ini didirikan oleh Lukminto pada tahun 1966 sebagai perusahaan perdagangan di Pasar Klewer, Solo dengan nama UD Sri Redjeki. Pada tahun 1968, perusahaan ini mendirikan sebuah pabrik di Joyosuran, Solo untuk memproduksi kain mentah dan bahan putihan.
Pada tahun 1978, nama dan badan hukum dari perusahaan ini diubah menjadi seperti sekarang. Pada tahun 1982, perusahaan ini mendirikan pabrik penenunan pertamanya.
Pada tahun 1984, perusahaan ini dipercaya untuk memproduksi seragam militer untuk pasukan militer NATO dan Jerman. Pada tahun 1992, perusahaan ini memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.
Pada tahun 1968, perusahaan ini mendirikan sebuah pabrik di Joyosuran, Solo untuk memproduksi kain mentah dan bahan putihan. Pada tahun 1978, nama dan badan hukum dari perusahaan ini diubah menjadi seperti sekarang.
Pada tahun 1982, perusahaan ini mendirikan pabrik penenunan pertamanya. Pada tahun 1984, perusahaan ini dipercaya untuk memproduksi seragam militer untuk pasukan militer NATO dan Jerman. Pada tahun 1992, perusahaan ini memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.
Melantai di Bursa Efek hingga Bangkrut
Sritex. (Wikipedia/Almuharam)Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013. Pada bulan Februari 2015, Menteri Perindustrian Saleh Husin meresmikan perluasan pabrik milik perusahaan ini yang menghabiskan investasi sebesar USD104 juta.
Pada bulan April 2017, Presiden Joko Widodo meresmikan perluasan pabrik milik perusahaan ini yang menghabiskan investasi sebesar Rp 2,6 triliun. Pada tahun 2018, perusahaan ini mengakuisisi PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries untuk meningkatkan kapasitas pemintalannya.
Pada bulan November 2020, perusahaan ini meneken kontrak kerja sama untuk memasok bahan seragam untuk Pemuda Pancasila. Pada bulan Desember 2020, untuk pertama kalinya, perusahaan ini mengekspor produknya ke Filipina.
Sepanjang tahun 2020, sebagai bagian dari upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19, perusahaan ini berhasil mendistribusikan 45 juta masker hanya dalam waktu tiga minggu.
Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang Pada bulan Oktober 2024. Lalu perusahaan legendari di bidang tekstil ini resmi ditutup dan menjadi wewenang kurator pada Maret 2025.