Saking Miskinnya, Daud Yordan Jadi Petinju Cuma Ingin Beli Coca Cola
Olahraga

Daud Yordan punya latar belakang keluarga yang bisa dibilang miskin secara ekonomi. Ayah dan ibu Daud Yordan adalah petani tradisional yang hanya untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan hidup,
Ayah Daud Yordan bernama Hermanus Lay Tjun adalah orang Tionghoa-Indonesia, sedangnya ibunya bernama Nathalia berasal dari suku Dayak.
Jadi, bukan petani yang memiliki lahan, karena memang di Kalimantan Barat mayoritas berprofesi petani.
Baca Juga: Soal Pembangunan Daerah Perbatasan, Ini Tiga Rekomendasi Ketua DPD RI LaNyalla
Hal itu diungkap oleh Daud Yordan saat berbincang di podcast FTNews.co.id.
“Saya dateng dari keluarga yang sederhana, terus orang tua saya tergolong kami orang yang tidak punya, sehingga saya melihat bahwa olahraga tinju mungkin bisa merubah hidup. Jadi berangkat dari itu saya menekuni olahraga tinju dan ya, Alhamdulillah, puji Ttuhan hari ini paling tidak olahraga ini bisa menghantrkan saya ke tempat tempat yang yang saya impikan,” kata Daud Yordan.
Kemudian, saat ditanya mengapa Daud Yordan memilih olah raga tinju, bukan olah raga lainnya?
Baca Juga: Netizen Serang Akun IG Ketua DPD RI Buntut Usulkan Rakyat Sumbang Dana Program Makan Gratis
Anggota DPD RI asal Kalimantan Barat ini menjawab bahwa ia mengikuti jejak sang kakak, yang sudah menjadi atlet tinju.
Kakak Daud Yordan, Damianus Yordan merupakan mantan petinju nasional amatir dan profesional, sang kakak kini jadi pelatih Daud.
Kakak Daud Yordan lainnya, Petrus Yordan, mantan petinju profesional. Kemudian, adiknya bernama Yohanes Yordan merupakan mantan petinju amatir dan profesional, dan saat ini menjadi anggota polisi.
“Karena abang saya sendiri petinju, jadi kami saudara besaudara itu menekuni olahraa tinju, sehinga saya pikir memang tinju kan olahraga individu ya, dan tidak terlalu seperti olah raga yang beregu sehingga dituntut kemampuan kita sendiri.dan saya berpikir bahwa olahraga tinju memang sudah melekat pada diri saya, pada keluarga, sehingga saya memilih untuk fokus dari awal hingga sekarang ini di olahraga tinju,” cerita Daud Yordan.
Anggota DPD RI perwakilan Kalimantan Barat ini juga ditanya soal cita-cita saat kecil, ingin menekuni profesi apa sudah besar nanti.
Jawaban pria berjulukan Cino, yang lahir pada 10 Juni 1987 ini cukup unik karena saat kecil memang sudah punya cita-cita ingin menjadi petinju agar bisa mengubah kehidupan ekonomi keluarga.
Selain bisa mengubah ekonomi keluarga, Daud Yordan ingin membelanjakan penghasilan dari tinju untuk membeli Coca Cola. Mengingat di masa kecilnya sangat sulit membeli minuman bersoda yang terkenal itu.
“Ada hal yang cukup menarik dan unik, karena zaman dulu itu saya pikir kalau bertinju saya bisa dapet uang. Kalau dapet uang, saya mau beli Coca Cola, jaman itu. Jadi, saya itu bermimpi untuk bisa meminum Coca Cola, ternyata memang itu juga menjadi motivasi bagaimana kita untuk meraih sesuatu karena untuk beli saja kan memang tidak memungkinkan secara ekonomi ya, tapi paling tidak itu memacu saya untuk ke depannya, kamu harus berjuang untuk meraih sesuatu gitu kan . Jadi, sejujurnya Coca Cola itu menjadi salah satu penyebab gitu kan kenapa saya berpikir bisa mau bertinju,”
Merantau ke Ibu Kota di Usia 8 Tahun
Daud Yordan saat usia 8 tahun sudah bisa membiayai sekolahnya sendiri. Dia bekerja menjadi asisten rumah tangga dengan imbalan biaya sekolah dan kehidupan sehari-harinya dipenuhi.
Di usia masih sangat muda itu, Daud Yordan tinggal bersama seseorang di Kecamatan Delta Pawan, yang jadi ibu kota Kabupaten Ketapang.
Dia dan orang tuanya tinggal di Kecamatan Simpang Hulu. Menurut Daud Yordan, untuk sampai ke Delta Pawan butuh perjalanan dua hari.
“Nah, menariknya karna saya dari umur 8 tahun sudah merantau ke ibu kota kabupaten, saya itu dari Kabupaten Ketapang, namanya kabupaten Ketapang itu ada 20 kecamatan, jadi saya hidup dari sebuah kecamatan namanya Simpang Hulu, Simpang Dua. Dari situ jaraknya kurang lebih itu bisa dua hari untuk ke ibu kota kabupaten, belum ada jalan zaman itu. Nah, jadi tentu bisa di bayangkan betapa jauhnya dan terbatasnya segala sesuatu,” kenang Daud Yordan.
“Nah, saya sendri di usia 8 tahun saya sudah merantau ke sana dan mungkin boleh ini menjadi juga satu catatan bahwa di usia 8 tahun saya bisa menyekolahkan diri saya sendri. Jadi, saya ikut orang dan orang itu dengan rasa empatinya, dengan rasa sosialnya yang tinggi akhirnya dia membiayai saya sekolah, artinya secara tidak langsung saya sudah membiayai diri saya sendri. Dengan ikut orang, saya kan mengorbankan diri ikut orang apapun yang di perintahkan orang, di minta sama orang saya lakukan.” (Muh. Arif Kocal)