Sebelum Ajukan KPR, Ketahui Dulu Arti dan Risiko Suku Bunga Floating
Ekonomi Bisnis

Memiliki rumah sendiri tentu menjadi impian banyak orang. Saat ini, banyak pengembang menawarkan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk mempermudah masyarakat membeli hunian. Namun, meskipun ditujukan sebagai solusi, tak sedikit yang masih merasa berat hati untuk mengambil KPR.
Salah satu penyebab utamanya adalah suku bunga yang tinggi serta harga rumah yang terus naik. Hal ini membuat banyak calon pembeli berpikir dua kali sebelum menandatangani perjanjian kredit jangka panjang tersebut.
Pengalaman Mantan Pegawai Bank: Kenapa Tidak Ambil KPR?
Baca Juga: Daftar Larangan dalam KPR Subsidi: Dari Renovasi Hingga Larang Jual Rumah
Seorang mantan pegawai bank bernama Dhea membagikan pengalamannya melalui unggahan video di TikTok. Dalam videonya, Dhea menyampaikan tiga alasan mengapa dirinya tidak memilih membeli rumah melalui KPR:
-
Harga rumah melalui KPR cenderung lebih mahal karena pengembang mengambil keuntungan besar.
-
Setelah dihitung dengan bunga dan tenor (jangka waktu kredit) panjang, total harga rumah bisa menjadi dua kali lipat lebih mahal dibanding harga aslinya.
-
Ada tambahan biaya seperti notaris dan appraisal (penilaian nilai properti) yang bisa mencapai lebih dari lima juta rupiah.
Pandangan Dhea ini juga diamini oleh konten kreator lain bernama Ayu Sarah, pemilik akun TikTok mamaber.uang. Ayu, yang juga merupakan mantan pegawai bank BUMN, mengaku sepakat dan menambahkan bahwa rumah dari developer sering kali harganya sudah dimark-up dua hingga tiga kali lipat, dibandingkan jika membangun rumah secara mandiri.
Ayu juga mengingatkan bahwa bunga KPR yang awalnya tampak ringan bisa berubah seiring waktu. Ia memberi contoh, jika seseorang mengambil KPR sebesar Rp1 miliar dengan tenor 15 tahun, cicilan awal bisa sekitar Rp8,6 juta per bulan.
Namun, itu biasanya hanya berlaku selama 3-5 tahun pertama karena adanya bunga tetap (fixed). Setelah itu, suku bunga bisa berubah menjadi floating atau mengambang, yang artinya bisa naik sewaktu-waktu.
Apa Itu Suku Bunga Floating?
Ilustrasi suku bunga (Bibit)
Suku bunga floating atau mengambang adalah jenis suku bunga yang nilainya dapat berubah-ubah mengikuti kondisi pasar atau kebijakan bank. Setelah masa bunga tetap (fixed) berakhir, biasanya bunga KPR akan disesuaikan berdasarkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) atau kebijakan bank penyedia kredit.
Jika suku bunga pasar naik, maka cicilan bulanan pun ikut meningkat. Karena sifatnya yang tidak pasti, suku bunga floating ini kerap menjadi kekhawatiran utama para peminjam, terutama dalam jangka panjang.
Selain itu, Ayu Sarah juga mengingatkan bahwa meskipun sudah deal dengan developer, masih banyak biaya tambahan yang harus ditanggung pembeli seperti biaya pengurusan dokumen, notaris, hingga pajak, yang bisa mencapai Rp5–10 juta.
Bijak Sebelum Ambil KPR
Ilustrasi beli rumah (Pixabay)
Ayu menegaskan agar masyarakat tak tergesa-gesa mengambil KPR. Ia menyarankan calon pembeli rumah untuk memastikan terlebih dahulu kondisi keuangan mereka, termasuk dana darurat dan dana cadangan. Persiapan finansial yang matang akan membantu mengurangi risiko di masa depan, terutama ketika menghadapi perubahan bunga dan biaya tak terduga lainnya.