Sejarah Sekolah Diliburkan Selama Ramadan, Pernah Diterapkan Namun Dilarang oleh Orde Baru
Sosial Budaya

Wacana sekolah libur selama Ramadan 2025 hingga kini masih bergulir dan belum ditetapkan oleh pemerintah.
Tak sedikit pro dan kontra terkait wacana sekolah libur selama Ramadan 2025 muncul di publik, termasuk di media sosial.
Kementerian Agama pun belum memutuskan apakah sekolah benar-benar bisa diliburkan selama Ramadan 2025 mendatang.
Baca Juga: Kapan Waktu Terbaik untuk Membayar Zakat Fitrah? Begini Penjelasannya!
Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan, hinggga kini kementeriannya masih mengkaji wacana libur sekolah selama Ramadan 2025 itu.
"Iya, nanti kita akan lihat berkembang lagi. Tapi, kami sih di tingkat madrasah ya, dan di pesantren di bawah kementerian agama, kami berharap mudah-mudahan Ramadan kali ini bisa lebih berkualitas,” ujar Nasaruddin Umar pada awak media, Senin (30/12/2024) lalu.
Dan ternyata wacana sekolah libur selama Ramadan 2025 memiliki akar sejarah di Indonesia. Kebijakan itu pernah diterapkan, namun dibatalkan oleh Menteri Pendidikan di era Orde Baru.
Baca Juga: Gas Pak Menteri! Bersih-bersih Internal, Menag Nasaruddin Umar Gandeng KPK, Kejaksaan dan Intelijen: Jangan Main-main...
Seperti apakah sejarah libur sekolah selama Ramadan? Simak ulasannya berikut ini.
Dikutip dari berbagai sumber, libur sekolah selama bulan suci telah menjadi tradisi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tradisi ini dijalankan pada masa kolonial Belanda, dimana pada saat itu pendidikan formal belum terintegrasi secara penuh dengan kehidupan masyarakat muslim.
Dan bagi umat muslim, Ramadan adalah bulan yang sakral dan sering digunakan untuk meningkatkan amal dan ibadah, utamanya di madrasan dan pesantren.
Ketika Indonesia merdeka, kebiasaan meningkatkan amal dan ibadah di bulan Ramadan tetap dilakukan di sekolah, seiring dengan masuknya sistem pendidikan modern.
Akhirnya pemerintah saat itu mengambil kebijakan meliburkan sekolah selama Ramadan, agar siswa dalan fokus menjalankan ibadah puasa, salat tarawih dan membaca Al Quran.
Perubahan kebijakan di era Orde Baru
Pada era orde baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef (1978-1983) membuat keputusan tidak meliburkan sekolah selama Ramadan.
Kebijakan ini cukup menghebohkan, utamanya di kalangan ulama, hingga akhirnya Presiden Soeharto kala itu memanggil Daoed Joesoef ke Istana untuk diminta penjelasan.
Momen itu ditulis Daoed Joesoef dalam bukunya yang berjudul ‘Rekam Jejak Anak Tiga Zaman’ yang diterbitkan oleh Penerbit Kompas.
Dalam buku itu, Daoed menguraikan penjelasan yang ia berikan pada Presiden Soeharto mengenai kebijakan yang ia ambil.
"Aku tahu benar bahwa agama Islam tidak melarang orang Muslim belajar sambil berpuasa," katanya, dalam buku itu.
Kepada Soeharto, Daoed juga menjelaskan kalau dirinya telah bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam pertemuannya dengan MUI, Daoed mengaku menerima sejumlah komentar negatif, salah satunya yang menyatakan dirinya terlalu mengagungkan ilu duniawi karena terpengaruh budaya barat.
"Pendidikan Barat diyakininya telah membuat aku lupa nilai-nilai murni keislaman," tulis Daoed,dalam buku tersebut.
Tak hanya dari kalangan ulama, komentar pedas juga datang dari para politikus partai Islam yang nyaris tak pernah Berjaya kala itu.
Menurut Daoed, para politikus Islam itu berusaha menyerangnya sambil mengklaim kalau dirinya mewakili umat islam secara keseluruhan.
"Salah satu simbol itu adalah liburan sekolah selama bulan puasa dan justru hal itu yang aku tiadakan," katanya.
Namun Daoed Joesoef tak kalah cerdik. Ia lalu menyitir ayat pertama Al Quran yang berbunyi ‘Iqra’ atau ‘Bacalah’, yang turun di bulan Ramadan.
Ia lantas menyatakan, kegiatan belajar mengajar erat kaitannya dengan membaca, sehingga sekolah di bulan Ramadan tidak menyalahi kaidah agama.
Akhirnya, kebijakan tidak meliburkan siswa saat Ramadan terus dijalankan hingga rode baru tumbang pada 1998.
Di era reformasi, utamanya ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden, kebijakan libur selama Ramadan sempat diberlakukan lagi.
Namun, seiring dengan kejatuhan Gusdur pada 2001, kebijakan itu kembali berubah. Kegiatan sekolah tetap dilakukan selama bulan Ramadan.