Siap-siap Tuai Bencana, Jika Cuaca dan Iklim Terus Beranomali
FTNews, Jakarta - Indonesia pernah merasakan cuaca terik sekitar September 2023 lalu. Kondisi ini merupakan salah satu anomali cuaca dan iklim. Sebuah kondisi yang serba tidak pasti dan akan berdampak pada kehidupan manusia di Bumi.
Badan Meteorologi Dunia menyebut, Bumi akan menembus kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius lima tahun ke depan. Periode tahun 2023-2027. Namun banyak pihak yang khawatir dengan kenaikan suhu itu sudah tampak di bulan September lalu. Di atas 1,5 derajat Celcius.
Laporan Copernicus Climate Change Service Uni Eropa mengungkap, September lalu menjadi September terpanas. Suhu global pada Januari-September 2023 lebih tinggi 0,52 derajat Celcius dari rata-rata.
Baca Juga: Edy Rahmayadi ke Ketua Umum PWI: Kembalikan Pers ke Hati Rakyat
Suhu periode itu lebih panas 0,05 derajat Celcius dibandingkan sembilan bulan pertama di tahun 2016. Tahun yang disebut tahun kalender terpanas.
Suhu Tinggi
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani menjelaskan, suhu maksimum selama September 2023 di beberapa wilayah Indonesia cukup tinggi. Kisaran 35-38 derajat Celcius.
Baca Juga: Jokowi: IKN Bukan Hanya untuk ASN
"Suhu 38 derajat Celcius terukur di Kantor Stasiun Klimatologi Semarang, Jawa Tengah," kata Andri.
Namun memang pernah suhu tertinggi di Indonesi 39,4 derajat Celcius di Semarang pada 22 Oktober 2019.
"Bisa disimpulkan suhu maksimum tahun ini memang termasuk kategori cukup tinggi," imbuhnya.

Terus Beranomali
Pengamat dan Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa memperkirakan cuaca dan iklim akan terus beranomali.
"Laporan emisi gas rumah kaca global lebih dari 57 gigaton. Ini artinya jumlah emisi tertinggi selama tercatat sejak revolusi industri," katanya kepada FTNews, di Jakarta, Jumat (29/12).
Penggunaan bahan bakar fosil menjadi kontributor terbesar penyumbang emisi tersebut. Kemudian di sektor hutan dan lahan (alih fungsi dan kebakaran) juga menyumbang emisi.
Target Ambisius
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, merespon keprihatinan dunia akibat perubahan iklim global dan climate disaster dari sektor kehutanan dan lahan Indonesia telah menetapkan target ambisius.
Target ambisius penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 140 juta ton CO2eq pada tahun 2030. Target ini terbagi menjadi tiga tahap.
Anomali cuaca dan ekstrem ini menjadi bukti menguatnya dampak perubahan iklim. Mahawan berpendapat Indonesia harus terus melakukan upaya adaptasi dan mitigasi.
Adaptasi dan Mitigasi:
- Perbaiki pembangunan dan tata ruang
- Perlindungan budidaya dari dampak banjir dan kebakaran hutan dan lahan
- Benahi tata ruang yang belum ramah lingkungan supaya lebih berketahanan menghadapi risiko bencana
- Perkuat pembangunan infrastruktur menghadapi cuaca ekstrem. Misalnya pengembangan waduk dan embung.
- Bangun ketahanan air dan pangan.
- Perbaikan pola tanam dan melaut
- Masifkan rehabilitasi lahan di Pulau Jawa dan Sumatera sebagai bagian dari mitigasi
- Perbanyak tutupan lahan di daerah aliran sungai dan ruang terbuka hijau. Tidak hanya di hulu
- Penguatan infrastruktur perkotaan menghadapi cuaca ekstrem
- Pengendalian sumber utama emisi dari sektor energi.
- Percepat bauran energi dan transformasi kendaraan pribadi ke transportasi publik