Siapa Houthi Yaman? Mengapa Jadi Target Serangan AS
Politik

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sempat melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap kelompok Houthi di Yaman, sebuah operasi yang disebut sebagai yang terbesar sejak ia menjabat.
Serangan ini dipicu oleh aksi Houthi yang kembali menggempur jalur pelayaran di Laut Merah.
Hingga kini, serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 24 orang dan diprediksi akan berlangsung selama beberapa pekan ke depan, menurut pejabat AS.
Baca Juga: Siapa Hossein Salami? Jenderal Paling Ditakuti Iran Tewas Dibom Israel
Langkah ini juga beriringan dengan peningkatan tekanan sanksi terhadap Iran, yang dianggap sebagai pendukung utama Houthi.
Asal-Usul dan Sejarah Houthi
Baca Juga: Israel Serang Gereja Katolik Satu-Satunya di Gaza, 2 Tewas dan Beberapa Terluka
Juru bicara militer gerakan Yaman Houthi atau Anshar Allah, Yahya Saree. (X)
Gerakan Houthi bermula pada akhir 1990-an, ketika keluarga Houthi di wilayah utara Yaman membentuk sebuah gerakan keagamaan untuk membangkitkan kembali sekte Zaydi dari Islam Syiah, yang pernah memimpin Yaman di masa lalu, namun kini terpinggirkan secara sosial dan ekonomi.
Seiring meningkatnya ketegangan dengan pemerintah pusat di Sanaa, kelompok ini terlibat dalam perang gerilya berkepanjangan melawan militer nasional, bahkan sempat bersitegang dengan Arab Saudi dalam konflik di perbatasan.
Siapa Pemimpin Houthi?
Abdul Malik al-Houthi adalah tokoh sentral gerakan ini. Ia berhasil mengubah kelompok kecil pejuang bersenjata ringan menjadi kekuatan militer besar yang disegani.
Di bawah komandonya, Houthi berkembang menjadi pasukan puluhan ribu orang dengan persenjataan canggih, termasuk drone bersenjata dan rudal balistik.
Meski Barat dan Arab Saudi menuding Iran sebagai pemasok senjata mereka, Iran membantah klaim tersebut. Sosok al-Houthi dikenal tertutup, jarang tampil di publik, dan tidak pernah diwawancara oleh media.
Bagaimana Houthi Menguasai Yaman?
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamein. (Tasmin News)
Pada akhir 2014, Houthi merebut ibu kota Sanaa dan memicu perang saudara. Arab Saudi, yang khawatir akan pengaruh Iran di perbatasannya, membentuk koalisi dengan dukungan Barat untuk membantu pemerintah Yaman yang sah. Intervensi militer dimulai pada Maret 2015.
Saat ini, Houthi menguasai sebagian besar wilayah utara dan kota-kota besar, sedangkan pemerintahan yang diakui internasional beroperasi dari Aden, kota pelabuhan di selatan.
Meskipun sempat terjadi ketenangan berkat mediasi PBB, ketegangan kembali meningkat sejak pecahnya perang di Gaza, yang turut mempengaruhi dinamika konflik di Yaman.
Alasan Menyerang Kapal di Laut Merah
Houthi mengklaim aksinya menyerang jalur pelayaran sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dan Hamas di Gaza. Mereka menyasar kapal-kapal yang dianggap memiliki koneksi dengan Israel di Laut Merah, Teluk Aden, hingga Laut Mediterania.
Akibatnya, rute pelayaran global terganggu. Banyak perusahaan pelayaran terpaksa mengalihkan jalurnya ke rute yang lebih jauh dan mahal melalui Afrika Selatan.
Meski Houthi menyatakan hanya menargetkan kapal-kapal milik AS, Inggris, dan Israel, industri pelayaran menilai bahwa seluruh kapal kini berada dalam ancaman.
Sebagai respons, AS dan Inggris meluncurkan serangan udara ke basis Houthi, dengan tujuan mengamankan kembali jalur pelayaran penting yang menghubungkan Eropa dan Asia, yang mencakup sekitar 15% dari perdagangan maritim dunia.
Gencatan senjata sempat terjadi pada Januari bersamaan dengan upaya damai di Gaza.
Namun pada Maret, Houthi memperingatkan akan kembali melancarkan serangan jika Israel tidak mencabut blokade bantuan ke Gaza. Mereka akhirnya memulai kembali serangan pada 12 Maret.
Apa Hubungan Houthi dan Iran?
Houthi merupakan bagian dari aliansi yang dikenal sebagai “Poros Perlawanan,” yang berisi kelompok-kelompok bersenjata anti-Israel dan anti-Barat seperti Hamas, Hizbullah, dan Houthi sendiri—semuanya memiliki kedekatan ideologis dengan Iran.
Arab Saudi menuding Iran dan Hizbullah sebagai pihak yang mempersenjatai dan melatih Houthi. Namun, ketiganya membantah tuduhan itu.
Meski Iran mendukung secara politik, Houthi menegaskan bahwa mereka bukan boneka Iran dan lebih terdorong oleh agenda politik dalam negeri Yaman.
Sumber: NDTV