Wamensos Sebut Tim Ahli TP2GP Bakal Asesmen Gelar Pahlawan Soeharto!
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono membeberkan ahli-ahli yang tergabung dalam tim ad-hoc bernama TP2GP (Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat) untuk melakukan asesmen tokoh-tokoh yang diajukan, termasuk Soeharto.
Sidang tim ad-hoc TP2GP untuk melakukan asesmen akan digelar waktu dekat ini dalam rangka meninjau rekam jejak dan kontribusi dalam sejarah bangsa.
Termasuk mantan Presiden Soeharto yang sebelumnya sempat menjadi polemik lantaran adanya kritik dan penolakan banyak pihak di Indonesia.
Baca Juga: Tahap 3 Bansos BPNT 2025 Telah Dicairkan, Ini Cara Mengeceknya Online
"Ya macam--macam karena kita bentuk tim isinya para ahli, ada ahli sejarah, ada tokoh-tokoh agama gitu lho jadi tim ini dinamakan TP2GP yaitu banyak tokoh-tokoh jadi mereka nanti yang bersidang dan membahas siapa yang punya syarat dan (layak jadi pahlawan)," papar Agus Jabo Priyono usai menghadiri Diskusi Publicy Hearing digelar di Hotel Movenpinck Jakarta City Pecenongan Jakarta Pusat Rabu (28/5/20259).
Proses Penentuan Gelar Pahlawan
Wamensos Agus Jabo Proyono/Foto: dok FTNews
Agus kemudian menjabarkan proses menentukan gelar pahlawan melalui beberapa langkah. Hal itu dimulai dari sidang asesmen dari tim ad-hoc TP2GP.
Baca Juga: 10 Nama Diusulkan Untuk Jadi Pahlawan Nasional Baru, Siapa Aja?
Setelah asesmen, keputusan tim ad-hoc TP2GP akan diserahkan kepada Menteri terkait untuk diteken. Selanjutnya akan diserahkan di Istana untuk menentukan siapakah tokoh yang layak mendapat gelar pahlawan.
"Nanti diawal bulan Juni ini akan ada sidang tim ad-hoc membahas masalah pahlawan itu setelah nanti selesai bersidang hasilnya diserahkan ke Menteri Teken, habis itu nanti diserahkan ke Dewan Gelar Istana jadi keputusan akhir gelar pahlawan ini ada di Istana lewat Dewan itu tadi," papar Agus.
Kontroversi Pengajuan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Sebelumnya, nama Soeharto kembali mencuat sebagai kandidat penerima gelar pahlawan nasional.
Dukungan yang pengusulan datang dari sejumlah kalangan itu akhirnya menuai kritik dari pihak-pihak yang menilai warisan pemerintahannya masih menyisakan kontroversi, terutama masalah pelanggaran HAM dan otoritarianisme selama masa Orde Baru.
Terkait adanya polemik mengenai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Ke-2 RI Soeharto, PP Muhammadiyah, melalui Ketua Umum Haedar Nashir, menyarankan agar isu ini diselesaikan melalui dialog terbuka yang melibatkan berbagai pihak.
Menurut Haedar, dialog yang inklusif dapat membantu masyarakat memahami berbagai perspektif terkait Soeharto dan mempercepat proses rekonsiliasi nasional.
"Semuanya harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (22/4/2025) kemarin.
Haedar menarik kembali ke masa lalu. Saat itu usulan gelar pahlawan nasional pada Presiden pertama RI Sukarno juga menimbulkan kontroversi. Sampai akhirnya, Sukarno terlambat diberi gelar pahlawan.
"Padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya. Ada juga tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat seperti dulu Muhammad Natsir, Buya Hamka, dan seterusnya, yang juga waktu itu sulit untuk diberi penghargaan, tapi akhirnya bisa," katanya.
Maka dari itu, soal hal ini, ke depan perlu dibangun dialog untuk rekonsiliasi.
"Lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada HAM dan lain sebagainya, itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," jelasnya.*** Reporter: Selvianus Kopong Basar