Usulan Gelar Pahlawan Buat Soeharto Jadi Polemik, Begini Respons Wamensos Agus Jabo Priyono
Sosial Budaya

Usulan Kementrian Sosial (Kemensos) yang memberikan gelar pahlawan nasional buat mantan Presiden Soeharto jadi polemik lantaran adanya kritik dan penolakan banyak pihak di Indonesia.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono merespons adanya penolakan dari publik terhadap pemberian gelar pahlawan nasional buat Soeharto. Ia menyebut pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto sepenuhnya wewenang dari Istana.
"Jadi Kemensos hanya mengusulkan saja, keputusan yang tetap nanti di Istana," kata Agus Jabo Priyono usai menjalani Diskusi Double Check digagas DPP Gempita yang digelar di Cemara Galeri 6 kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025).
Baca Juga: Diskusi Double Check Perdana Digelar, Angkat Isu Terkait Pemerintahan Prabowo Subianto serta Program MBG
Diskusi Double Check digagas DPP Gempita yang digelar di Cemara Galeri 6 kawasan Gondangdia. [FT News]
Ia menjelaskan hingga kini, Kemensos tengah memproses seluruh usulan yang masuk melalui tim ad-hoc bernama TP2GP (Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat). Tim tersebut nantinya akan memproses nama Soeharto yang telah diajukan oleh sejumlah pihak dari daerah.
"Saya belum cek (updatenya). Jadi kan di Kemensos sendiri bikin tim ad-hoc namanya TP2GP, tim pengkajian, tim penelitian, pemberian gelar, gitu loh," jelas Agus.
Baca Juga: Gempita Usulkan Tiga Program kepada Rosan Roeslani dan Paguyuban
Sidang Asesmen Tokoh yang Diajukan
Wamensos Agus Jabo Priyono. [FT News]
Agus yang juga merupakan aktivis 98 menjelaskan bahwa batas waktu pengusulan dari daerah akan berakhir pada akhir Mei. Setelah semuanya masuk, TP2GP bakal menggelar sidang untuk melakukan asesmen terhadap tokoh-tokoh yang diajukan, termasuk meninjau rekam jejak dan kontribusi dalam sejarah bangsa.
"Di bulan akhir Mei ini mestinya pengusulan dari daerah yang ditekan oleh gubernur segala macam sudah final. Dan itu akan dilakukan sidang-sidang di tim ad-hoc nanti untuk mengasesmen, mengkaji, meneliti siapa yang kira-kira yang berhak untuk mendapatkan gelar," pungkas Agus.
Sebelumnya, nama Soeharto kembali mencuat sebagai kandidat penerima gelar pahlawan nasional.
Dukungan yang pengusulan datang dari sejumlah kalangan itu akhirnya menuai kritik dari pihak-pihak yang menilai warisan pemerintahannya masih menyisakan kontroversi, terutama masalah pelanggaran HAM dan otoritarianisme selama masa Orde Baru.
Perlu Dialog Terbuka
Terkait adanya polemik mengenai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Ke-2 RI Soeharto, PP Muhammadiyah, melalui Ketua Umum Haedar Nashir, menyarankan agar isu ini diselesaikan melalui dialog terbuka yang melibatkan berbagai pihak.
Menurut Haedar, dialog yang inklusif dapat membantu masyarakat memahami berbagai perspektif terkait Soeharto dan mempercepat proses rekonsiliasi nasional.
"Semuanya harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (22/4/2025) kemarin.
Haedar menarik kembali ke masa lalu. Saat itu usulan gelar pahlawan nasional pada Presiden pertama RI Sukarno juga menimbulkan kontroversi. Sampai akhirnya, Sukarno terlambat diberi gelar pahlawan.
"Padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya. Ada juga tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat seperti dulu Muhammad Natsir, Buya Hamka, dan seterusnya, yang juga waktu itu sulit untuk diberi penghargaan, tapi akhirnya bisa," katanya.
Maka dari itu, soal hal ini, ke depan perlu dibangun dialog untuk rekonsiliasi.
"Lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada HAM dan lain sebagainya, itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," jelasnya.
Reporter: Selvianus Kopong Basar