193 Negara Terancam Krisis Air, Jika Krisis Iklim Tak Diatasi
Sosial Budaya

FTNews - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi krisis air yang akan mengancam 193 negara di dunia. Jika lengah, krisis iklim yang turut memicu krisis air akan semakin parah. Tak hanya negara miskin, negara kaya pun punya ancaman serupa.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, krisis air menjadi ancaman serius dan nyata sehingga harus jadi perhatian seluruh negara di dunia.
Maka itu pertemuan World Water Forum ke-10 di Bali pada 18 hingga 25 Mei 2024 nanti jadi momentum mencari solusi bersama menyelesaikan persoalan tersebut.
Baca Juga: Nama Mochtar Ngabalin Dicatut, Moeldoko: Jika Ngaku KSP Tangkap Saja!
Hal itu ia tegaskan dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB) bertajuk 'Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim', secara daring di Jakarta, Senin (1/4).
“Mewujudkan keadilan, ketersedian dan kualitas terhadap air saat ini masih belum dipandang adil secara global ataupun regional,†katanya.
Untuk itulah dalam pertemuan internasional yang banyak negara hadiri tersebut, aksi kolaborasi atasi ancaman krisis air harus terwujud.
Baca Juga: Klaim Jokowi: Indonesia Termasuk Negara yang Berhasil Kendalikan Covid-19
Dwikorita menjelaskan, salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara.
Akibatnya proses pemanasan global terus berlanjut dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis air, pangan dan bahkan energi.
“Meningkatnya frekuensi, intensitas dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi juga jadi persoalan,†imbuhnya.
Ilustrasi kekeringan air. Foto: canva
Ancaman Serius
Krisis air lanjutnya, menjadi ancaman serius bagi seluruh negara di dunia. Berdasarkan data World Meteorological Organization (WMO) dari pengamatan di 193 negara, BMKG pun memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi hotspot air atau daerah kekeringan di berbagai negara.
"Artinya akan banyak tempat yang mengalami kekeringan. Hal ini bisa terjadi baik di negara maju maupun berkembang. Baik Amerika, Afrika dan negara lainnya sama saja (terdampak)," kata Dwikorita.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini, mengungkap di sisi lain, terdapat daerah di dunia yang memiliki debit air sungai melampaui normal atau surplus sedang terjadi kebanjiran.
Kondisi ini merupakan bukti bagaimana perubahan iklim sedang terjadi di seluruh negara dunia dan akan semakin buruk hasilnya jika tidak ada upaya mitigasi bersama.
Menurutnya, jika Indonesia saat ini belum terdeteksi mengalami hotspot air, namun bukan berarti dalam skala lokal kekeringan tidak terjadi.
Menanam pohon miliki segudang manfaat. Foto: Freepik
Krisis Pangan
Baginya, jika lengah dan gagal memitigasi, diproyeksikan pada 2045-2050 di saat Indonesia memasuki masa emas akan terjadi perubahan iklim dan mengalami krisis pangan.
Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan beberapa waktu lalu telah memproyeksikan di tahun tersebut krisis pangan akan menimpa hampir seluruh negara di dunia.
Tidak main-main, kurang lebih 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen sumber pangan dunia menjadi pihak yang paling rentan pada perubahan iklim.
"Cuaca ekstrem, iklim ekstrem, dan kejadian terkait air lainnya telah menyebabkan 11.778 kejadian bencana dalam kurun waktu 1970 hingga 2021," paparnya.