Aktivis di Jakarta Gelar Demo Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto
“Penculikan hingga pembunuhan memang ada penanggung jawab lapangan, tapi di tingkat atas juga ada penanggung jawab utama,” tegas Arief.
Ia menambahkan, praktik penghilangan orang secara paksa pada masa itu merupakan bagian dari upaya Soeharto mempertahankan kekuasaannya. Karena itu, Arief merasa kecewa ketika pemerintah kini tengah mempertimbangkan untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional.
“Kami bertanya, apa makna pahlawan hari ini? Apa artinya jika Marsinah — buruh pabrik yang dibunuh pada 1993 — diusulkan menjadi pahlawan bersamaan dengan orang yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Indonesia?” pungkasnya.
Soeharto Masuk Daftar 49 Tokoh yang Diusulkan
Untuk diketahui, Kementerian Sosial tengah mengkaji 49 nama tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional tahun ini. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa daftar tersebut telah diserahkan oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, kepada Presiden.
“Ya tentu sudah diserahkan ke Presiden oleh Dewan Gelar. Pak Fadli Zon sudah menghadap Presiden untuk menyerahkan nama-nama yang dianggap memenuhi syarat,” kata Gus Ipul saat ditemui di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Dari total 49 nama itu, terdapat 40 usulan baru dan 9 nama lama yang belum sempat ditetapkan pada tahun sebelumnya.
Di antara tokoh yang diusulkan ialah Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Syekhona Kholil Bangkalan, Kiai Bisri Syansuri, serta aktivis buruh Marsinah.
“Marsinah termasuk kategori pejuang buruh dan masuk dalam daftar 49 tokoh tersebut,” jelas Gus Ipul.
Gelombang Protes Publik
Meski demikian, pengusulan nama Soeharto memunculkan gelombang protes dari masyarakat, terutama kalangan aktivis HAM dan akademisi. Mereka menilai, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bertentangan dengan catatan pelanggaran HAM dan praktik korupsi yang terjadi selama masa pemerintahannya.
Aksi flash mob yang dilakukan GITAKU di kawasan Sudirman menjadi simbol penolakan tersebut, menyuarakan bahwa gelar pahlawan seharusnya diberikan kepada mereka yang memperjuangkan kemanusiaan, bukan kepada pelaku pelanggarannya.