Alasan Nur Afifah Balqis Ditangkap KPK, Kini Dijuluki Koruptor Termuda
Hukum

Nama Nur Afifah Balqis mendadak ramai dibicarakan publik setelah dijuluki sebagai koruptor termuda di Indonesia. Ia menjadi sorotan karena terjerat kasus korupsi saat usianya baru 24 tahun.
Nur Afifah diketahui menjabat sebagai Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada 12 Januari 2022.
Profil Nur Afifah Balqis
Baca Juga: Ditahan KPK, Wamenaker Noel Bantah Kasus Pemerasan Rp 3 M: Narasi Itu Kotor
Nur Afifah Balqis ditangkap KPK dan Majelis Hakim Tipikor Samarinda menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara. (Instagram @nafgis_)
Nur Afifah Balqis lahir pada tahun 1997 di Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia cukup aktif di media sosial, terutama di Instagram dengan akun @nafgis_. Dalam unggahannya, ia kerap memamerkan gaya hidup mewah—seperti berlibur ke luar negeri saat musim salju, hingga berpose di depan mobil BMW bersama sejumlah pria.
Baca Juga: Nur Afifah Balqis Bukan Koruptor Termuda, ICW Catat Pria 22 Tahun Ini
Namun di balik kehidupan glamornya, Nur Afifah ternyata terlibat dalam praktik korupsi yang menyeretnya ke balik jeruji besi.
Ditangkap KPK dalam OTT Bersama Bupati
Nur Afifah Balqis ditangkap KPK dan Majelis Hakim Tipikor Samarinda menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara. (Instagram @nafgis_)
KPK menangkap Nur Afifah bersama Bupati Penajam Paser Utara (PPU) saat itu, Abdul Gafur Mas’ud, serta sejumlah orang dekatnya. Penangkapan dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta dan di lokasi lainnya di Kalimantan Timur.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar, saldo rekening sebesar Rp 447 juta, serta sejumlah barang lainnya. Kasus ini terkait dugaan suap pengurusan proyek pengadaan barang, jasa, dan perizinan di Kabupaten PPU untuk periode 2020–2022 dengan nilai suap mencapai Rp 5,7 miliar.
Apa Peran Nur Afifah Balqis?
Meski dikenal sebagai bendahara partai, peran Nur Afifah dalam kasus ini cukup aktif. Ia berperan sebagai penampung dan pengelola dana suap yang diterima oleh Abdul Gafur Mas’ud. Artinya, ia tidak hanya mengetahui aliran dana haram tersebut, tetapi juga ikut mengatur distribusinya.
Atas perbuatannya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Nur Afifah. Ia juga dikenai denda sebesar Rp 300 juta, dengan subsider 4 bulan kurungan jika tidak membayar denda tersebut.
Nur Afifah dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 18, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Usia Muda Sudah Terjerumus Korupsi
Kasus Nur Afifah Balqis membuka mata publik tentang pentingnya integritas, terutama di kalangan generasi muda yang mulai masuk ke arena politik dan pemerintahan. Meski berusia muda,
Balqis justru terjerumus dalam praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik terhadap institusi politik, khususnya partai.
Fenomena ini seharusnya menjadi alarm bagi partai politik untuk lebih selektif dalam menempatkan kader di posisi strategis, serta membekali mereka dengan pendidikan antikorupsi sejak dini.
Tanpa itu, regenerasi kepemimpinan justru berisiko mewarisi budaya korupsi yang telah lama menghantui birokrasi Indonesia.