Aming Soal Bencana Banjir Bali: Berhenti Menyalahkan Hujan, yang Perlu Disalahkan Pemerintah
Metropolitan

Artis Aming buka suara soal bencana banjir Bali yang merendam wilayah pemukiman warga hingga ketinggian 2 meter.
Lewat postingan di akun instagram miliknya, Aming Supriatna Sugandhi mengatakan kalau banjir bukan bencana alam, melainkan buruknya tata kelola lahan oleh pemerintah.
"Banjir bukan bencana alam, tapi bencana tata kelola. Tata ruang yang amburadul. Tata guna lahan yang gak beraturan. Dan tata kelola pemerintahan yang gagal," tulisnya seperti dilihat FT News, Senin 15 September 2025.
Baca Juga: Bobby Nasution Bakal Kembangkan Destinasi Wisata di Danau Toba Setara Bali
Buruknya Kebijakan Pemerintah Bali
Aming menyebut buruknya kebijakan pemerintah jadi penyebab banjir. [Instagram]
Dampak dari buruknya kebijakan pemerintah, lanjut Aming, membuat Bali merasakan dampaknya.
Baca Juga: Perempat Final Indonesia Terbuka, 6 Wakil Tuan Rumah Melaju
"Bali kini merasakan dampak dari semua itu. Linimasa sosmed publik Bali pagi ini, ramai soal banjir di sejumlah titik. Sepertinya ini tragedi banjir paling parah di Bali," ucapnya.
Aming juga menyoroti soal alih fungsi lahan yang mestinya jadi areal resapan kini sudah berubah fungsi menjadi perumahan mewah, villa dan lainnya.
"Padahal, Bali punya sistem subak yg saluran irigasinya bisa jadi kanal alami untuk jalur limpasan air. Sawah-sawah yg biasanya jadi "spons" alami sekarang beralih fungsi jadi perumahan, villa, hotel, dsb," tulisnya.
"Akibatnya saat intensitas hujan tinggi kayak kemarin malem, air hujan ga bisa cepat dialirkan ke sungai atau laut. Menggenang lah dia menjadi banjir, ke jalan-jalan, ke rumah-rumah," sambungnya.
Lebih lanjut, Aming menjelaskan kalau Alam hanya melakukan tugasnya. Manusia lah yang lupa menjaga keseimbangannya.
"Dulu kita, orang Bali, suka menertawakan banjir di Jakarta. Seolah kita semua sangat yakin bahwa pulau yg katanya surga ini mustahil kena banjir. Sekarang situasinya berubah. "Makecuh ke beduur" sepertinya jadi cecimpedan yang cocok untuk situasi saat ini," ungkap Aming.
Ia pun meminta agar tidak lagi menyalahkan hujan atas terjadinya bencana banjir Bali. Menurut Aming, yang patut disalahkan adalah pemerintah.
"Berhenti menyalahkan hujan. Karena yang perlu disalahkan adalah kebijakan pemerintah yang membiarkan Bali kehilangan ruang resapannya, sungainya, subaknya, dan keseimbangannya," katanya.
"Selama pemerintah menutup mata pada tata ruang dan daya dukung lingkungan, Bali akan tenggelam oleh keserakahannya sendiri," tambahnya.
Masyarakat, lanjut Aming, berhak menuntut pemerintah lebih serius soal ini. Stop normalisasi hibah-hibah bansos ke pura, bale banjar, wantilan, dll.
"Ini cuma money politics berkedok pembangunan infrastruktur budaya. Apa gunanya pura megah dan bale banjar baru, kalau jalan-jalan kita berubah jadi sungai setiap kali hujan? Alam hanya bekerja sesuai hukumnya, manusia lah yang melanggarnya," tukasnya.
Banjir di Denpasar Bali
Petugas BPBD mengevakuasi korban banjir di Bali. [X]
Banjir besar melanda Kota Denpasar, Bali, pada Rabu, 10 September 2025, akibat hujan deras yang mengguyur sejak Selasa malam.
Banjir terjadi merata di 62 titik wilayah dengan ketinggian air mencapai 1,5 sampai 2 meter di beberapa lokasi.
Banyak rumah dan toko rusak parah, beberapa bangunan bahkan ambruk terkena arus deras, seperti enam toko di Jalan Sulawesi dan beberapa bangunan di Jalan Hasanuddin.
Banjir ini menyebabkan warga terpaksa naik ke atap rumah dan beberapa terseret arus. Tim gabungan dari BPBD Denpasar, Basarnas, TNI, dan Polri dikerahkan untuk evakuasi.