Anggap Perang Sebagai Alat 'Kepentingan Politik' : 1.000 Pilot Tempur Israel Serukan Setop Serang Gaza!
Nasional

Sebanyak 1.000 pilot Angkatan Udara Israel baik yang masih aktif hingga yang sudah pensiun, menandatangani petisi yang menegaskan perang Gaza hanya melayani ‘kepentingan politik'.
Alhasil, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam sekitar 1.000 prajurit tersebut dan menyebut mereka sebagai kaum “marjinal dan ekstrimis".
Netanyahu juga menyerukan dukungannya terhadap pemecatan pilot yang masih aktif.
Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Prabowo Gelar Pertemuan Terbatas Perkuat Posisi Indonesia
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di X, kantor pemerintah Netanyahu mengatakan dirinya 'mendukung keputusan' menteri pertahanan dan kepala staf militer Israel 'untuk memecat mereka yang menandatangani petisi tersebut'.
Dilansir Al Jazeera, Jumat (11/4/2025), petisi itu memicu kegemparan politik di Israel, serta mendesak semua warga untuk menuntut diakhirinya perang di Gaza.
Petisi itu juga memperingatkan bombardir di Gaza membahayakan tawanan Israel yang masih ditahan di sana.
Baca Juga: Buntut Polemik PD U-20, Diplomasi RI- Palestina Perlu Dikaji?
“Seperti yang telah terbukti di masa lalu, hanya kesepakatan gencatan senjata yang dapat membawa kembali para sandera dengan keadaan aman. Sementara tekanan militer mengarah pada pembunuhan para sandera dan membahayakan tentara kita."
“Saat ini, perang yang terjadi hanya melayani kepentingan politik dan pribadi, bukan kepentingan keamanan,” seruan dalam dokumen yang bocor dan beredar ke tengah publik.
Netanyahu mengatakan petisi tersebut sebagai 'ekspresi yang melemahkan' militer Israel dan memperkuat musuh di masa perang.
Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dimaafkan.
“Ini adalah kelompok marjinal dan ekstremis yang mencoba untuk menghancurkan masyarakat Israel dari dalam,” ucap dia.
Ia berpendapat para tentara itu mencoba untuk menggulingkan pemerintahan Israel.
“Mereka telah mencoba melakukan hal ini sebelum 7 Oktober, dan Hamas menafsirkan seruan penolakan bertugas sebagai kelemahan.”
Menurut media Israel, surat itu tidak menyerukan penolakan umum semua tentara yang bertugas, tetapi lebih mendesak pejabat Israel untuk memprioritaskan pembebasan tawanan daripada mengejar perang yang sangat mematikan.
Surat Kabar Israel Haaretz mengatakan tentara yang menandatangani dokumen tersebut meliputi banyak prajurit cadangan aktif, termasuk perwira senior dan pilot, serta yang telah pensiun.
Laporan tersebut menambahkan, setelah dokumen itu bocor, pejabat militer memanggil para penandatangan itu, mendesak mereka untuk menarik kembali surat tersebut atas perintah dari komandan Angkatan Udara Israel Tomer Bar.
Selain itu, Bar juga mengancam pilot cadangan yang menandatangani surat tersebut akan dilarang bertugas, demikian dilansir stasiun televisi Kan.
Sebanyak 25 orang menarik kembali tanda tangan mereka, sementara delapan orang lainnya menandatangani sebagai bentuk protes, menurut Haaretz.
Laporan itu kemudian mengabarkan Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir dan Bar memutuskan untuk memberhentikan prajurit-prajurit cadangan tersebut.
Namun, kapan pastinya waktu pemecatan tersebut berlaku masih belum diketahui.
Para kritikus menuduh Netanyahu memperpanjang perang dalam upaya untuk menjaga agar kabinetnya tetap utuh dan tetap menjabat sebagai perdana menteri.
Keluarga tawanan Israel dan pendukung mereka mendesak Netanyahu untuk mencapai gencatan senjata dengan Hamas dan membuka jalan lagi untuk membebaskan para tahanan.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, sedikitnya 61.700 penduduk Palestina tewas dan 115.729 terluka dalam perang Israel di Gaza. Ribuan orang diduga tewas karena hilang di bawah reruntuhan.