Sejak Gencatan Senjata, WHO Ungkap Kelaparan di Gaza Tak Berkurang
Gencatan senjata dianggap belum begitu berpengaruh dalam hal mengurangi krisis kelaparan di Gaza.
Hal itu diungkapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Tak Banyak Mengubah Situasi Kelaparan
Baca Juga: Lama Tertahan di Mesir, 35.000 Paket Bantuan Indonesia Akhirnya Masuk Gaza
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. [Int]Menurut WHO Bantuan yang masuk sedikit meningkat tapi tidak banyak mengubah situasi kelaparan di Gaza.
"Situasinya masih sangat buruk karena bantuan yang masuk tidak cukup," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers pada Kamis (23/10/2205) dilansir dari AFP.
Selama perang, Israel berulang kali menghentikan bantuan ke Jalur Gaza. Tindakan ini, menurut PBB, menimbulkan kelaparan di sejumlah wilayah di Palestina.
Baca Juga: RI Berencana Kirim Pasukan ke Gaza, Trump Langsung Puji Prabowo
Truk yang Masuk Bersifat Komersial
Ilustrasi bantuan truk makanan yang masuk Ke Gaza. [Instagram]
Sementara itu, gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang ditengahi AS berlaku pada 10 Oktober 2025. Perjanjian gencatan senjata mengatur 600 truk yang masuk per hari.
Akan tetapi, Ghebreyesus berkata saat ini hanya 200-300 truk yang masuk setiap hari. Dia menambahkan truk yang masuk bersifat komersial. Padahal banyak orang tidak punya sumber daya untuk membeli barang.
"Hal itu mengurangi jumlah penerima manfaat," imbuhnya.
Masih ada beberapa wilayah yang mengalami kelaparan. Kelompok-kelompok bantuan termasuk Oxfam, menyebut pengiriman bantuan ke Gaza menghadapi kendala besar.
Banyak LSM internasional masih dibatasi untuk mendapatkan pasokan. Di sisi lain, barang-barang komersial yang masuk tidak memenuhi kebutuhan gizi lapangan.
Bahaa Zaqout, direktur hubungan eksternal di LSM Palestina PARC, memberikan contoh, biskuit, cokelat, dan soda diizinkan masuk dengan truk komersial.
Namun barang-barang seperti biji-bijian dan zaitun dibatasi masuk.
Dia menambahkan beberapa buah dan sayuran telah masuk tapi harganya masih tinggi dan tidak terjangkau kebanyakan orang.
"Sayangnya, barang-barang ini tidak memenuhi nilai gizi minimum yang dibutuhkan untuk anak-anak, perempuan, dan kelompok yang paling rentan," kata Zaqout mengutip dari Al Jazeera.