Bencana Sumatera 2025: Dampak Ekonomi Capai Rp 37 T, Dana Pemulihan hingga Rp 52 T
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera pada November 2025 diperkirakan menimbulkan total dampak ekonomi hingga Rp 37,1 triliun.
Sebuah laporan mendalam dari ekonom Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D. dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), menekankan perlunya respons fiskal yang cepat dan agresif dari Pemerintah.
Laporan berjudul Economy-Wide Impact Assessment of the November 2025 Sumatra Disaster yang menggunakan pemodelan ekonometrika Impulse Response Function (IRF), menegaskan bahwa waktu menjadi faktor paling menentukan dalam mencegah kerusakan ekonomi yang lebih besar.
Baca Juga: Korban Meninggal Bencana Sumatera Tembus 807 Jiwa, Pemerintah Akui Faktor Kerusakan Lingkungan
Analisis ini merinci kerugian pada tiga kategori utara, yakni:
Kerusakan Infrastruktur
- Batas Bawah: Rp 15,2 triliun
- Batas Atas: Rp 20,8 triliun
Kerugian Produksi
Baca Juga: Biodata dan Agama Syahrizal Yusuf, Eks Ketua DPRD Pasaman Meninggal Hendak Antar Bantuan Bencana
- Batas Bawah: Rp 9,5 triliun
- Batas Atas: Rp 11,4 triliun
Biaya Rumah Tangga
- Batas Bawah: Rp 4,1 triliun
- Batas Atas: Rp 4,9 triliun
Total Dampak
- Batas Bawah: Rp 28,8 triliun
- Batas Atas: Rp 37,1 triliun
Secara makroekonomi, bencana ini diprediksi akan menimbulkan dampak puncak yang serius:
- Pertumbuhan PDB: Turun -2,5% hingga -0,8% dalam 2–4 bulan.
- Pengangguran: Naik +3,5% hingga +1,2%, dengan pemulihan yang paling lama (hingga 24–36 bulan tanpa intervensi).
- Inflasi: Naik +1,2% hingga +0,3% dalam 3–5 bulan.
Sektor-sektor seperti Pariwisata (-35%) dan Transportasi (-28%) menjadi yang paling terpukul, menyebabkan penurunan pendapatan bagi 238.000 pekerja dengan rata-rata 15–35%.
Paket Pemulihan
Laporan ini merekomendasikan intervensi fiskal total sebesar Rp 50–52 triliun yang harus disalurkan dalam 36 bulan ke depan.
Dengan skenario Optimistik/Cepat ini, pemulihan ekonomi penuh bisa dicapai dalam 18–20 bulan, dan tingkat ketenagakerjaan dapat kembali ke 95% dalam 14 bulan.
Prioritas utama diarahkan pada rekonstruksi infrastruktur dan perlindungan sosial untuk mencegah lonjakan kemiskinan:
- Rekonstruksi Infrastruktur: Rp 22,5 T (43%), diperkirakan memiliki multiplier 1,8x.
- Bantuan Tunai Darurat: Rp 6,8 T (13%), untuk mencegah 320.000 orang jatuh miskin.
- Subsidi Upah: Rp 5,2 T (10%), menyelamatkan sekitar 110.000 pekerjaan.
Laporan tersebut menyampaikan dua tindakan kritis yang harus dilakukan Pemerintah dalam waktu sesingkat mungkin:
- Penyaluran Dana Fase 1: Pemerintah harus menyalurkan paket intervensi Fase 1 sebesar Rp 10,5 triliun (berupa bantuan darurat, cash transfer, dan subsidi upah) dalam 60 hari.
- Pembentukan Kelembagaan: Segera bentuk Badan Rekonstruksi Sumatra Nasional (NSRA) untuk mengelola dana dan koordinasi pemulihan.
Laporan menekankan bahwa pemerintah harus mengeksekusi paket tahap pertama senilai Rp 10,5 triliun dalam waktu 60 hari. Keterlambatan hanya satu bulan dapat memperpanjang pemulihan ekonomi secara signifikan.
"Setiap bulan penundaan berarti memperbesar kerugian dan memperlama pemulihan. Kita menghadapi jendela waktu yang sangat sempit untuk mencegah luka ekonomi permanen," ujar Fithra dalam laporan tersebut.
Perlu Bentuk Otoritas Rekonstruksi Sumatera
Laporan juga mengusulkan pembentukan National Sumatera Reconstruction Authority (NSRA) dengan kewenangan khusus untuk mempercepat pembangunan, serupa dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh pasca tsunami 2004.
Tugas utama NSRA antara lain:
- Mengkoordinasikan rekonstruksi lintas kementerian
- Mengelola dana pemulihan
- Memastikan pembangunan memenuhi standar ketahanan bencana
- Mempercepat rehabilitasi infrastruktur vital
Menuju Pemulihan yang Lebih Tangguh
Meski dampaknya besar, bencana Sumatera 2025 dipandang sebagai momentum penting untuk membangun wilayah tersebut menjadi lebih tahan terhadap bencana di masa mendatang. Dengan strategi yang tepat, pemulihan penuh dapat dicapai dalam kurang dari dua tahun.
"Kita tidak hanya memulihkan yang rusak, tetapi membangun Sumatera yang lebih tangguh dan siap menghadapi risiko masa depan," tulis laporan tersebut.