Dalami Dugaan Penistaan Agama Panji Gumilang, Polisi Libatkan Saksi Ahli

Forumterkininews.id, Jakarta – Polisi masih melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya bakal melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi ahli.

“Minggu depan ini akan kita panggil saksi saksi ahli,” kata Ramadhan, dalam keterangannya, dikutip Minggu (9/7).

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa saksi ahli tersebut di antaranya berasal dari saksi ahli agama hingga ahli ITE.

“Mulai dari saksi ahli agama islam, ahli sosiologi, ahli bahasa, ahli ITE,” ujar Ramadhan.

Sementara itu hingga saat ini pihaknya telah memeriksa sebanyak 19 orang saksi yang berkaitan dengan kasus dugaan penistaan agama tersebut.

“Penyidik Direktorat tindak pidana umum telah melakukan pemeriksaan terhadap 19 orang saksi, 19 ini ada dua pelapor ya karena dua laporan polisi,” ungkap Ramadhan.

Sebelumnya diberitakan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih mengkaji apakah saat ini masih ada afiliasi dan keterkaitan antara Al-Zaytun dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). 

Hal tersebut diungkapkan Direktur Deradikalisasi Ahmad Nurwakhid. Dia mengatakan karena secara historis memang ada keterkaitan antara Al-Zaytun dan gerakan NII, katanya.

“Persoalannya adalah apakah sampai saat ini masih ada. Tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholder terkait lainnya,” kata Nurwakhid di Jakarta, Sabtu.

Keterkaitan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun dengan NII kembali diungkit dan mencuat ke permukaan setelah ponpes yang dipimpin Abu Toto alias Panji Gumilang terus mendapatkan sorotan publik soal isu dugaan penistaan agama dan isu lainnya.

Sebagaimana diketahui DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo.

BACA JUGA:   Jaksa: Teddy Minahasa Sempat Perintahkan Jual Sabu di Riau

Namun pascareformasi, UU Anti Subversi Nomor 11/ PNPS /1963 dicabut. Sehingga negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat gerakan dan organisasi ini.

Menurut Nurwakhid, walaupun ada keterkaitan historis antara Al Zaytun dan NII, BNPT tidak bisa serta merta menjerat dengan UU Antiteror.

“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT). Seperti JI, JAD, JAT, dan lainnya,” ujarnya.

Hingga saat ini, menurutnya, NII belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan ketetapan dari pengadilan.

“Karena itu, melihat dari aspek historis, ideologi, dan gerakannya yang masih ada hingga saat ini tentu kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT. Sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” kata Nurwakhid.

Terkait penanganan kasus Al Zaytun, menurut Nurwakhid, harus dilakukan secara holistik dan kolaboratif. Dengan pendekatan hukum pidana umum maupun pidana khusus sesuai bukti-bukti yang cukup.

BNPT berperan dalam pengawasan dan “monitoring” bersama lembaga terkait guna melakukan pendalaman keterkaitan Al Zaytun dengan jaringan NII.

 

Artikel Terkait