Dari Limbah Kayu ke Ratusan Juta: Kisah Alumnus UMY dan Goedang Kayu
Sebuah keprihatinan yang mendalam terhadap lingkungan seringkali melahirkan ide-ide bisnis yang inovatif.
Hal inilah yang menggerakkan hati Sigit Satria Raharja, seorang alumnus Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) angkatan 2015.
Ia tergerak untuk melakukan sesuatu saat menyaksikan banyaknya limbah kayu yang tidak termanfaatkan dengan baik dan justru menjadi masalah.
Baca Juga: Doa Rasulullah untuk Memulai Usaha: Awali Bisnismu dengan Keberkahan
Dari rasa prihatin tersebut, Sigit memutuskan untuk mendirikan sebuah usaha furnitur custom. Usaha yang ia beri nama Goedang Kayu ini pada awalnya merupakan sebuah proyek pribadi yang ia jalankan semasa masih menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Kala itu, usaha ini dikenal dengan nama Decocraft sebelum akhirnya bertransformasi.
Baca Juga: Ayu Aulia Buka Bisnis Salon, Nuansa Fancy Tapi Harga Perawatan Mulai Rp50 Ribu
Berkat ketekunan dan strategi yang tepat, apa yang dimulai dari proyek sampingan tersebut kini telah berkembang pesat.
Ratusan Juta Setiap Bulan
Furnitur karya Goedang Kayu (Instagram @goedangkayu)
Goedang Kayu bukan lagi sekadar hobi, melainkan bisnis serius yang mampu menghasilkan omzet yang sangat mengesankan, mencapai ratusan juta rupiah setiap bulannya.
Berkantor di Yogyakarta, Goedang Kayu menawarkan beragam produk furnitur yang dibuat secara khusus berdasarkan pesanan.
Produk-produknya sangat variatif, mulai dari meja, lemari, kitchen set, hingga kebutuhan interior untuk rumah tinggal dan kantor. Setiap produk dirancang untuk memenuhi keunikan kebutuhan setiap pelanggan.
Sistem bisnis yang dijalankan adalah pre-order atau pemesanan terlebih dahulu. Menurut Sigit, model ini merupakan jantung dari usahanya.
Dengan sistem ini, proses desain menjadi sangat fleksibel dan dapat disesuaikan secara penuh dengan keinginan, ruang, dan anggaran yang dimiliki oleh konsumen.
“Banyak konsumen yang sebenarnya kesulitan menemukan furnitur dengan ukuran yang pas di pasaran,” jelas Sigit saat diwawancarai oleh Humas UMY. Ia menambahkan bahwa keberadaan Goedang Kayu adalah untuk menjawab tantangan tersebut, yaitu menawarkan solusi furnitur yang tidak hanya fungsional tetapi juga memperhatikan nilai estetika.
Dalam perjalanannya, bisnis ini tidak selalu berjalan mulus. Masa pandemi Covid-19 menjadi ujian yang sangat berat. Saat itu, permintaan akan souvenir wisuda yang menjadi salah satu produk andalannya anjlok drastis karena segala bentuk acara seremonial dibatalkan.
Namun, Sigit tidak menyerah. Kondisi sulit justru ia jadikan sebagai momentum untuk melakukan transformasi besar-besaran. Ia pun mengambil keputusan berani untuk mengalihkan fokus usaha sepenuhnya ke bidang furnitur custom. “Tantangan terberat waktu pandemi, tidak ada wisuda, tidak ada pesanan. Kami harus cepat beradaptasi,” kenangnya.
Keputusan untuk banting setir tersebut ternyata membuka pintu peluang baru yang lebih luas. Pasar untuk furnitur custom justru menunjukkan potensi yang besar. Transforrmasi ini menjadi titik balik yang mengantarkan Goedang Kayu pada pertumbuhan yang signifikan.
Kesuksesan Goedang Kayu juga tidak lepas dari dukungan almamater, UMY. Sigit mengakui bahwa ia pernah menerima pembiayaan total hingga Rp22 juta dari berbagai program kewirausahaan kampus, seperti yang dikelola oleh
Kementerian dan Student Entrepreneurship and Business Incubator (SEBI). Dana awal ini sangat vital untuk pembelian peralatan dan bahan baku.
Pada puncaknya, omzet Goedang Kayu bahkan pernah menyentuh angka yang fantastis, yaitu Rp100 juta dalam satu bulan. Peningkatan permintaan biasanya terjadi pada momen-momen spesial seperti menjelang bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Manfaatkan Digital
Di era digital seperti sekarang, Sigit sadar betul pentingnya pemasaran online. Ia aktif mempromosikan karya-karya terbaik
Goedang Kayu melalui berbagai platform media sosial. Instagram, Facebook, dan TikTok dimanfaatkan untuk menampilkan portofolio, proses pengerjaan, hingga testimoni pelanggan yang puas.
Strategi digital ini dinilainya sangat efektif untuk membangun kepercayaan calon konsumen dan sekaligus memperluas jangkauan pasar. Bagi Sigit, kunci utama bisnis di era digital adalah konsistensi dalam branding dan komunikasi yang aktif dan responsif dengan konsumen.
Untuk masa depan, Sigit memiliki sejumlah rencana pengembangan. Meski saat ini operasional masih terpusat di Yogyakarta karena pertimbangan logistik, ia berambisi untuk memperluas jangkauan pemasarannya.
Ia juga sedang mempersiapkan ruang display permanen agar calon pelanggan dapat melihat dan merasakan langsung kualitas produknya.
Kepada para mahasiswa dan alumni muda, Sigit berpesan agar tidak menyia-nyiakan masa kuliah. “Setelah lulus, kita harus benar-benar mengandalkan diri sendiri.
Maka manfaatkan waktu kuliah sebaik mungkin,” pungkasnya. Ia menekankan bahwa kampus menyediakan banyak peluang dan dukungan yang luar biasa untuk mengeksplorasi ide-ide bisnis sebelum benar-benar terjun ke dunia nyata.
Sumber: UKM Indonesia