Deflasi 4 Bulan Beruntun, Akankah Terulang Sejarah Krisis Moneter?

Ekonomi Bisnis

Senin, 02 September 2024 | 00:00 WIB
Deflasi 4 Bulan Beruntun, Akankah Terulang Sejarah Krisis Moneter?

FT News – Indonesia kembali mengalami deflasi di bulan Agustus mencapai 0,03 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) menilai deflasi pada Agustus 2024 mulai membaik yaitu kembali ke level 0,03 persen secara month to month (MtM).

rb-1

Deflasi yang terjadi pada bulan Agustus ini merupakan yang keempat kalinya bagi Indonesia. Di mana pada bulan Mei 2024, deflasi tercatat di angka 0,03 persen secara bulanan. Semakin dalam di bulan Juni 2024 sebesar 0,08 persen. Tidak lebih baik pada bulan Juli 2024 yang menembus angka 0,18 persen.

“Deflasi Agustus 2024 ini lebih rendah dibandingkan Juli 2024, dan merupakan deflasi keempat pada 2024,” ucap Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (02/09/2024).

Baca Juga: Rincian Harta Kekayaan Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS yang Baru Dilantik

rb-3

Pudji Ismartini mengungkapkan, fenomena deflasi berturut-turut bukanlah barang baru di Indoonesia. Kasus serupa atau bahkan lebih parah pernah terjadi sebelumnya.

Salah satu dampak dari krisis moneter di tahun 1998. Aksi demonstrasi yang akhirnya menurunkan Presiden Soeharto. (Foto: Istimewa)

Pudji memberikan contoh kejadian serupa terjadi setidaknya pada tiga fase. Deflasi berturut-turut juga menjangkiti Indonesia pada tahun 1999,2008 dan 2020 lalu.

Baca Juga: Papua Tengah Provinsi Termiskin, Calon Gubernur Wempi Wetipo Punya Harta Jumbo

Pada tahun 1999, setelah krisis finansial Asia, Indonesia mengalami deflasi 7 bulan berturut-turut selama Maret 1999 sampai September 1999. Ini sebagai akibat depresiasi nilai tukar dan penurunan harga beberapa jenis barang.

Sementara itu, periode deflasi lainnya terjadi pada Desember 2008 dan Januari 2009. Selama krisis finansial global, kemudian deflasi karena penurunan harga minyak dunia, dan juga permintaan domestik yang melemah.

Deflasi beruntun juga terjadi saat Indonesia mengalami Covid-19 yang membuat daya beli masyarakat turun. Pada 2020, terjadi deflasi tiga bulan berturut-turut sejak Juli 2020 hingga September 2020.

Pudji Ismartini merinci ada empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi. Ini meliputi kelompok makanan, minuman dan tembakau, selain itu juga pakaian dan alas kaki, transportasi, serta informasi, komunikasi dan jasa keuangan.

“Pada 2024 fenomenanya deflasi didukung sisi penawaran atau supply side. Andil deflasi disumbang karena penurunan harga pangan, seperti produk tanaman pangan, hortikultura dan peternakan baik karena biaya produksinya yang turun sehingga harga di tingkat konsumen juga ikut turun,” jelas Pudji Ismartini.

BPS menegaskan deflasi empat bulan sepanjang tahun ini lebih dikarenakan dari sisi supply atau penawran. Sampai saat ini, BPS masih perlu mengkaji lebih lanjut soal dampak deflasi tahun ini.

Misalnya, apakah deflasi nantinya juga akan berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat di subsektor pertanian, hortikultura dan peternakan.

“Untuk menjaga daya beli, khususnya untuk konsumsi makanan, maka diduga rumah tangga akan menahan konsumsi non-makanannya. Sehingga seharusnya terlihat pada turunnya permintaan atau demand dari konsumsi non-makanan,” ujarnya.

BPS mengklaim khusus untuk deflasi di bulan Agustus 2024 memang fenomena yang hampir selalu terjadi di bulan tersebut sepanjang lima tahun terakhir. Pengecualian hanya terjadi pada Agustus 2021 lalu yang mengalami inflasi.

Sementara itu, BPS memaparkan komoditas utama penyumbang deflasi pada Agustus 2024 adalah bawang merah, daging ayam ras, tomat dan telur ayam ras. Masing-masing menyumbang andil deflasi sebesar 0,08 persen, 0,03 persen dan 0,02 persen.

Tag BPS Daya Beli Krisis Moneter

Terkini