Demo Bupati Pati Ricuh, Massa Bakar Mobil Polisi
Politik

Demo Bupati Pati yang mendesak Sudewo mundur dari jabatannya berujung ricuh, Rabu 13 Agustus 2025.
Dalam kericuhan itu, massa aksi melakukan aksi pembakaran terhadap mobil polisi yang berada di lokasi unjuk rasa.
Dilihat dari unggahan akun instagram @wargapati_ tampak sebuah mobil yang sudah ludes terbakar dalam kondisi terbalik.
Baca Juga: Viral Ucapan 'Silakan Demo', Sudewo Klarifikasi: Saya Tak Tantang Rakyat
"Mobil polisi," tulis admin.
Massa Kecewa
Aksi pembakaran ini dipicu oleh emosi massa yang kecewa karena Sudewo tidak mau menemui mereka secara langsung dan menolak mundur setelah kebijakan kenaikan PBB-P2 yang kontroversial meskipun sudah dibatalkan.
Baca Juga: DPRD Setujui Hak Angket Bupati Sudewo, Begini Tahapan Pemakzulan Kepala Daerah
Dalam unggahan lainnnya tampak video yang menunjukkan suasana warga yang telah masuk ke dalam areal kantor Bupati Pati.
Situasi demo memang memanas sejak pagi, dengan massa yang memadati Alun-Alun Pati, melempari aparat, dan mencoba merangsek masuk ke kantor bupati, hingga akhirnya terjadi kerusuhan termasuk pembakaran mobil polisi.
Demo awalnya berlangsung damai di Alun-alun Kabupaten Pati dengan massa aksi yang menuntut pengunduran diri Bupati Sudewo terkait kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Walaupun kebijakan ini sudah dibatalkan, massa tetap menuntut Sudewo mundur.
Informasi dihimpun FT News, kericuhan mulai terjadi sekitar pukul 11.00 WIB. Massa aksi melempari aparat kepolisian dengan air mineral dan mencoba merangsek masuk ke kantor bupati dengan menjebol gerbang utama.
Aparat kepolisian merespons dengan menembakkan water cannon sebagai peringatan awal.
Namun ketegangan meningkat karena massa aksi yang kecewa tidak diakomodir untuk mendapatkan surat pengunduran diri dari Bupati Sudewo terus mencoba memasuki kantor secara paksa.
Turunkan Sudewo
"Turunkan Sudewo," teriak massa seperti dilihat dari unggahan video akun instagram warga yang hadir di lokasi demo.
Ketegangan berlangsung sekitar 30 menit, kemudian polisi juga menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Sebagian peserta demo berhamburan keluar, tetapi sebagian lagi tetap bertahan dan melanjutkan aksi dengan suara protes yang keras.
Suara tembakan gas air mata masih terdengar hingga pukul 11.38 WIB, menunjukkan situasi yang masih tegang antara aparat keamanan dan massa aksi.
Demo ini dipicu oleh kekecewaan terhadap kebijakan pajak yang dinilai memberatkan warga, dan meski pembatalan kebijakan sudah dilakukan, tuntutan pengunduran diri tetap menjadi fokus utama massa.
Massa aksi berkisar lebih dari 100.000 orang yang memberikan tekanan besar pada pemerintahan Bupati Sudewo di kantor bupati dan sekitarnya.
Sementara, polisi menurunkan sekitar 2.684 personel dari berbagai kepolisian daerah untuk mengamankan lokasi demo agar tetap kondusif.
Pada puncak kericuhan, massa melempari kantor bupati dengan air mineral dan berusaha memaksa masuk ke dalam kantor, sedangkan aparat tetap mengendalikan keadaan dengan water cannon dan gas air mata.
Demonstrasi besar-besaran yang digelar warga Pati pada 13 Agustus 2025, dipicu sikap Sudewo menantang massa pendemo yang menolak kebijakannya, khususnya soal kenaikan tarif PBB-P2 hingga 250 persen.
Dalam video yang viral di media sosial, Sudewo menyatakan tidak gentar meskipun diprotes oleh 5 ribu atau bahkan 50 ribu orang.
Ia mengajak warga yang menolak untuk datang sebanyak mungkin karena dia tidak akan mundur atau mengubah keputusannya. Sudewo menegaskan bahwa kebijakan itu adalah yang terbaik untuk kemajuan Kabupaten Pati.
Belakangan, Sudewo juga memberikan permintaan maaf atas pernyataannya yang dianggap menantang tersebut dan menyatakan tidak ada maksud menantang rakyat.
Namun, ketegangan tetap terjadi karena aksi demo tetap berlangsung dengan massa yang diperkirakan mencapai lebih dari 100 ribu orang untuk menuntut pengunduran dirinya.
Massa aksi bersikeras menolak keputusan Sudewo dan menginginkan dia mundur sebagai bupati.
Demonstrasi ini menjadi sorotan karena skala besar dan tuntutan tegas warga terhadap kepala daerah mereka.